Presiden Sierra Leone, Ernest Bai Koroma mengatakan ia akan bertemu dengan para pemimpin Liberia dan Guyana di Conakry pada Jumat 1 Agustus 2014 ini. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas cara memerangi epidemi yang menewaskan sedikitnya 792 orang di Afrika Barat tersebut.
"Sierra Leone adalah pertarungan besar. Kegagalan bukan suatu pilihan. Tantangan luar biasa memerlukan langkah-langkah luar biasa pula," kata Koroma seperti dilansir worldbulletin.net, Jumat.
Ia mengatakan, masa darurat kini ditambah setelah sebelumnya hanya diberi masa darurat sekitar 60-90 hari. Pelacakan korban Ebola juga akan dilakukan dari rumah ke rumah, jika teridentifikasi, korban akan dikarantina dan dibersihkan oleh tim medis.
Kini Sierra Leone memberlakukan scanning suhu tubuh setiap penumpang yang tiba dan berangkat dari bandara internasional Lungi untuk mengantisipasi penyebaran virus Ebola. Pemeriksanaan ini diberlakukan pasca tewasnya warga AS, Patrick Sawyer yang tiba di penerbangan Asky di Liberia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) medesak kepada badan-badan internasional untuk mengirimkan lebih banyak tenaga medis ke salah satu daerah termiskin di dunia tersebut. WHO melaporkan sudah ada 57 kasus kematian dalam rentang waktu 24-27 Juli di Guyana, Liberia, Sierra Leone dan Nigeria.
Otoritas Nigeria pertama kali mencatat kasus Ebola pada pekan lalu ketika seorang warga AS meninggal setelah tiba dalam penerbangan dari Liberia. Dikatakan, semua penumpang yang berada dalam satu pesawat dengan korban beresiko tinggi terjangkit virus ebola yang bisa ditularkan melalui udara.
Ebola telah membunuh 90 persen korban yang terinfeksi, meskipun tingkat epidemi Ebola hanya bergerek di 60 persen. Pada tahap akhir, gejala Ebola akan masuk pada pendarahan internal dan eksternal yang luar biasa, muntah serta diare dimana virus ini menjadi sangat menular.
(worldbulletin.net)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News