Warga Sudan yang berada di Sortoni menghindari pertempuran di Jebel Marra (Foto: AFP)
Warga Sudan yang berada di Sortoni menghindari pertempuran di Jebel Marra (Foto: AFP)

Pemerintah Sudan dituduh Gunakan Senjata Kimia di Darfur

Arpan Rahman • 29 September 2016 15:37
medcom.id, Darfur: Puluhan anak-anak di Darfur tewas dalam geliat kesakitan. Mereka diduga terbunuh senjata kimia yang dipakai oleh pemerintahnya sendiri, menurut sebuah klaim.
 
Amnesty International mengatakan, anak-anak di antara lebih dari 200 korban diperkirakan telah tewas oleh senjata yang dilarang sejak Januari.
 
Mereka yang terkena dampak "asap beracun" mengalami muntah darah, kesulitan bernapas dan kulit mereka melepuh.
 
Pemerintah Sudan lawan pemberontak telah berperang di Darfur selama 13 tahun.
 
Bisa Damaikah Sudan?
 
Setidaknya konflik yang meminta korban jiwa warga Darfur telah hilang dari radar sejak 2004, ketika peringatan tentang potensi genosida memaksa dunia luar untuk bertindak.
 
Tetapi laporan terbaru mengenai serangan berlanjut oleh pemerintah Sudan terhadap warga mereka sendiri mengungkapkan "tidak ada yang berubah," menurut Tirana Hassan, direktur penelitian krisis Amnesty. 
 
Penyelidikan selama delapan bulan kelompok hak asasi manusia menemukan praktik bumi hangus, pemerkosaan massal, pembunuhan dan bom di Jebel Marra, daerah terpencil Darfur.
 
Para peneliti juga menemukan 56 saksi untuk dugaan penggunaan senjata kimia paling tidak sebanyak 30 kali oleh pasukan Sudan, yang melancarkan serangan terhadap Tentara Pembebasan Sudan yang dipimpin oleh Abdul Wahid di pertengahan Januari.
 
"Skala dan kebrutalan serangan ini sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata," kata Hassan seperti disitat BBC, Kamis (29/9/2016). 
 
"Gambar-gambar dan tayangan yang telah kita lihat sepanjang penelitian kami benar-benar mengejutkan, seperti salah seorang anak muda menjerit kesakitan sebelum meninggal, banyak foto menunjukkan anak-anak terkena luka dan lecet. Beberapa di antaranya tidak dapat bernapas dan muntah darah," ungkapnya.
 
Para korban yang selamat mengungkapkan kepada Amnesty International tentang bau busuk dan "tidak wajar" tercium asap yang memenuhi udara setelah bom dijatuhkan.
 
Dampaknya, banyak dari mereka yang mulai muntah dalam beberapa menit setelah serangan itu. Seringkali, muntah disertai diare berdarah, sementara yang lain yang meninggalkan sisa mata bengkak.
 
Mata korban juga dilaporkan berubah warna, seperti yang terjadi juga dengan urin. Sementara kulit mereka, kemudian akan mengeras dan terkelupas.
 
Seorang pria bernama Ismail, mencoba untuk menolong orang pada akhir Januari, mengatakan kepada Amnesty, "Kulit mereka terkelupas dan tubuh mereka telah menjadi busuk, dan napas mereka sangat berbau."
 
Beberapa anak-anak yang sempat dia tolong meninggal, yang lain masih sakit berbulan-bulan kemudian.
 
Dua ahli senjata kimia independen sepakat bahwa luka terlihat cocok dengan serangan kimia, melalui petunjuk gejala yang menyebabkan bengkak atau dengan perantara kulit melepuh.
 
Amnesty sekarang menyerukan penyelidikan, dan dunia internasional harus memberi tekanan pada Khartoum, khususnya supaya memungkinkan lembaga kemanusiaan mengakses populasi terpencil Darfur.
 
"Fakta bahwa pemerintah Sudan kini berulang kali menggunakan senjata ini terhadap rakyat mereka sendiri tidak bisa diabaikan dan menuntut tindakan," seru Hassan.
 
"Dugaan penggunaan senjata kimia merupakan tidak hanya pelanggaran baru dalam pedoman kejahatan menurut hukum internasional oleh militer Sudan terhadap warga sipil di Darfur, tetapi juga tahap baru keangkuhan pemerintah ini terhadap masyarakat internasional," pungkas Hassan.
 
Amnesty telah mengirim salinan laporan ke pemerintah Sudan tetapi belum menerima balasan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan