Krisis di Suriah berada dalam titik nadir, terutama di wilayah Ghouta Timur di mana pasukan pemerintah membombardir apa yang mereka sebut sebagai basis pertahanan pasukan pemberontak. Namun warga sipil yang menjadi korban dalam serangan ini.
Meskipun DK PBB mengambil inisiatif untuk mendesak gencatan, belum diketahui apakah Rusia sebagai sekutu pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad memberikan dukungan. Resolusi ini dapat membuka peluang masuknya bantuan kemanusiaan.
Sebelumnya pada Rabu 21 Februari 2018, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak agar kegiatan perang di wilayah tersebut untuk segera dihentikan.
Adapun rancangan resolusi dari DK PBB ini diajukan oleh Swedia dan Kuwait. Namun pada Kamis 22 Februari Rusia meminta rancangan itu diamandemen.
“Menurut pihak Rusia bahasa yang digunakan dalam resolusi ini tidak realistik dan 15 anggota DK PBB (lima anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap) tidak bisa menerapkan gencatan senjata di Suriah tanpa ada konsultasi dengan pihak yang terkait,” laporan dari AFP, Jumat 23 Februari 2018.
Tidak diketahui apa perubahan yang dilakukan dalam teks resolusi itu. Hasil dari voting sendiri masih didapatkan karena DK PBB baru mengambil suara pada pukul 11.00 pagi New York.
Sebuah resolusi paling tidak harus mendapatkan dukungan sembilan suara dan tidak mendapatkan veto dari anggota tetap DK PBB, seperti Rusia, Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris dan Prancis. Rusia sendiri sudah memveto 11 resolusi dari DK PBB mengenai Suriah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News