Nikosia: Ribuan warga Siprus keturunan Turki meneriakkan 'Kami ingin negara kami kembali'. Mereka turun ke jalan-jalan di Nikosia, kendati hujan lebat, sambil menyerukan demonstrasi massal melawan kebijakan tangan besi Ankara terhadap republik yang memisahkan diri ini.
Ketegangan lawan pemerintah Turki meningkat pekan ini menyusul kelompok garis keras menyerang kantor surat kabar Siprus-Turki, Afrika, karena menurunkan sebuah artikel di halaman depan, yang mengkritik serangan militer negara tersebut terhadap militan Kurdi di Suriah.
Dipimpin oleh kubu nationalis, Grey Wolves, mereka mengamuk setelah presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengkritik sikap koran tersebut sebagai 'tidak bermoral' dan 'tak tahu malu'.
Di bawah tajuk utama "satu pendudukan lagi dari Turki", Afrika laporkan paralel dengan operasi militer Ankara 1974 di Siprus saat Turki merebut bagian utara pulau tersebut.
Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) mengutuk serangan itu sebagai serangan terhadap pers bebas dan kebebasan berbicara.
Jelang demonstrasi, pada Jumat 26 Januari 2018, Sener Elcil, anggota serikat pekerja, mengatakan kepada Guardian: "Serangan itu sangat keras dan sangat memalukan bagi orang Siprus-Turki, yang tidak lagi merasa aman di negara mereka sendiri." Setidaknya 5.000 orang diyakini ambil bagian
"Di Turki, semua intelektual, jurnalis dan penulis telah dipenjara. Tidak ada tentangan, tapi di Siprus ada orang yang percaya demokrasi dan perdamaian," cetusnya, seperti disitir Guardian, Sabtu 27 Januari 2018.
Pada satu demonstrasi di Bursa, pada akhir pekan, Erdogan menghasut "saudaranya di Siprus utara" agar menanggapi kritik koran "vulgar" tersebut.
Sekitar 500 pemrotes berkumpul di kantor koran itu, menghancurkan jendela dan melemparnya dengan telur, botol air, dan batu. Sener Levent, redaktur surat kabar tersebut, lolos setelah nyaris digantung, kata saksi mata.
Elcil, yang berbicara dari Nikosia, bertutur: "Kelompok, organisasi paramiliter, yang bertindak atas perintah Kedutaan Turki, berada di belakangnya."
Demonstrasi terbaru, jelang pemilihan presiden di selatan pulau yang dikelola Yunani, terjadi saat ketegangan antara Turki dan negeri kecil, yang pernah diserbu hampir 45 tahun silam.
Komunitas Turki-Siprus sebanyak 120.000 orang sudah makin mengeluh karena dikuasai oleh penguasa daratan seberang. Keluhan telah merebak sejak runtuhnya perundingan reunifikasi yang disahkan PBB, tahun lalu.
Pilpres, pada Ahad, menyusul pemilihan anggota parlemen di utara awal bulan ini, akan memainkan peran yang menentukan dalam memberi energi kembali pada proses perdamaian. Prospek reunifikasi tergantung --tidak seperti sebelumnya-- pada hasil dari apa yang mungkin menjadi pilpres dua putaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id