medcom.id, New York: Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dan Menlu Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson bertemu di sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pertemuan ini disebut-sebut untuk 'menyelamatkan' kesepakatan nuklir Iran.
Bersama dengan para menteri Eropa, Iran dan negara-negara besar setuju bahwa kesepakatan tersebut adalah 'penyampaian'. Meski demikian, Tillerson menyebutkan bahwa diskusi bersifat politis.
Dikutip dari AFP, Kamis 21 September 2017, dia menuturkan jika Iran mematuhi 'perjanjian teknis' itu, akan ada perbedaan signifikan dari AS memandang mereka. "Kita bukan diskusi teknis, ini adalah diskusi politik mengenai aspek politik," ujarnya.
"Jadi, kami melakukan pertukaran pendapat secara terbuka dan jujur antara semua pihak dalam kesepakatan tersebut," imbuhnya.
Tillerson menyebutkan bahwa pembukaan perjanjian itu menyiratkan bahwa hal tersebut akan menyasar wilayah Timur Tengah supaya lebih stabil. Secara tidak langsung dia menuturkan bahwa Iran selama ini penyebab ketidakstabilan di wilayah Timur Tengah.
Dia juga menambahkan dukungan yang diberikan Iran kepada rezim Bashar al-Assad di Suriah adalah salah satu contoh ketidakstabilan yang dilakukan Iran di kawasan tersebut.
Pada 2015 silam, AS, Inggris, Tiongkok, Rusia dan Jerman menandatangani kesepakatan dengan Iran mengenai nuklir mereka. Pemerintah AS awalnya setuju akan kesepakatan tersebut dan menganggap pakta tersebut sebagai kemenangan untuk agenda non-proliferasi Barack Obama.
Namun, sejak kepemimpinan AS diambil alih Donald Trump, semuanya berubah. AS menjadi tidak percaya dengan Iran dan kesepakatan nuklirnya dan menuding mereka ingkar dari perjanjian tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News