Saat kapal melaju ke arah negara pulau Malta dan pantai Italia, kedua negara berjanji untuk mengawal kapal yang dibajak itu keluar dari perairan teritorial mereka.
Menteri Dalam Negeri Italia Matteo Salvini mengidentifikasi kapal itu sebagai kapal tanker minyak Turki El Hiblu 1. Ia mengatakan awak kapal sebelumnya telah menyelamatkan imigran di Laut Mediterania. Dia menaksir jumlah imigran di kapal sekitar 120 orang. Seraya menggambarkan apa yang terjadi sebagai "tindakan pertama perompakan di laut lepas oleh para imigran" atas sebuah kapal kargo.
"Orang-orang malang yang kapalnya karam, malah membajak sebuah kapal dagang yang menyelamatkan mereka karena mereka ingin mengalihkan rute pelayaran," kata kantor berita Italia ANSA mengutip ucapan Salvini, seperti dikutip dari laman Arab News, Rabu 27 Maret 2019.
Tidak ada kabar langsung tentang kondisi kru El Hiblu I. Informasi lain tentang pembajakan yang dilaporkan, sulit untuk dikonfirmasi sementara kapal tetap berada di laut.
Media Italia melaporkan kapal itu menuju ke Libya buat menurunkan kelompok yang diselamatkan ketika para imigran menguasainya 9,6 km dari pantai Libya.
Angkatan Bersenjata Malta mengatakan personel militer sedang bersiaga dan kapal tanker itu masih berada di perairan teritorial Libya pada Rabu dini hari.
Seorang pejabat militer Malta berkata kepada media Malta bahwa kapal itu membawa 108 imigran. Pejabat itu tidak berwenang untuk berbicara kepada wartawan dan meminta anonimitas. Ia menegaskan Malta tidak akan mengizinkan kapal untuk memasuki perairan mereka.
Salvini mengungkapkan kondisi cuaca buruk dan masih terlalu dini untuk mengetahui apakah kapal diarahkan ke Malta atau pulau Lampedusa Italia. Tapi dia punya pesan bagi para perompak: "Lupakan Italia."
Migrasi massal ke Eropa menurun tajam sejak 2015, ketika benua itu menerima satu juta pengungsi dan imigran dari negara-negara di Timur Tengah, Asia, dan Afrika. Lonjakan menciptakan krisis kemanusiaan di mana pengungsi nekat sering tenggelam dan. Sedangkan tujuan kedatangan seperti Italia dan Yunani berupaya menampung sejumlah besar pencari suaka.
Seiring perjalanan laut yang berbahaya, mereka yang hendak menyeberangi Laut Tengah berisiko disetop penjaga pantai Libya. Lantas dikerangkeng di sejumlah pusat penahanan Libya, yang digambarkan oleh berbagai kelompok hak asasi manusia sebagai tempat-tempat seram, di mana para imigran diduga menderita pelecehan rutin.
Negara-negara anggota Uni Eropa telah memutuskan secara signifikan menurunkan operasi Uni Eropa di Mediterania, menarik kapal mereka, dan melanjutkan misi lewat pengawasan udara saja.
Para pejabat UE pada Rabu menyesalkan langkah tersebut, sementara Amnesty International menegaskan kembali pandangannya bahwa kolaborasi Eropa dengan Libya membendung migrasi hanya kebiadaban HAM belaka.
Anggota UE "memperingatkan penjaga pantai Libya ketika para pengungsi dan imigran terlihat di laut, sehingga mereka dapat dibawa kembali ke Libya, meskipun mengetahui bahwa orang-orang di sana ditahan secara sewenang-wenang dan disiksa, diperkosa, dibunuh, dan dieksploitasi meluas," kata Matteo de Bellis, peneliti migrasi internasional untuk Amnesty.
"Keputusan memalukan ini tidak ada hubungannya dengan kepentingan orang-orang yang mempertaruhkan hidup mereka di laut, tetapi semuanya terkait ketidakmampuan pemerintah Eropa menyepakati cara berbagi tanggung jawab sesama mereka," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id