Sebagian korban meninggal dunia akibat terinjak-injak usai polisi menembakkan gas air mata, peluru karet dan mengeluarkan pentungan.
Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn mengatakan para pengunjuk rasa memicu "kekacauan" yang membuat sejumlah orang terjatuh ke jurang. Ia membantah laporan yang menyebut pasukan keamanannya telah menembaki demonstran.
Dalam pidato di televisi nasional, seperti dilansir BBC, PM Hailemariam memuji "usaha keras" petugas dalam melindungi masyarakat dan menyalahkan "kekuatan jahat" atas jatuhnya korban jiwa. Ia berjanji menyeret pihak yang bertangungg jawab ke hadapan hukum.
Ribuan orang berkumpul untuk festival keagamaan di Bishoftu, yang berlokasi sekitar 40 kilometer dari Addis Ababa.
Sejumlah laporan menyebut polisi mulai menyerang setelah pendemo antipemerintah melemparkan batu dan botol. Namun ada juga laporan yang menyebut para pengunjuk rasa hanya menggelar aksi damai.

Polisi dituduh menembaki para demonstran di Oromo. (Foto: AFP)
Seorang aktivis Oromo, Jawar Mohamed, mengklaim hampir 300 orang tewas dalam kericuhan tersebut. Ia mengatakan pasukan pemerintah dan sebuah helikopter menembaki demonstran dan mendorong orang-orang hingga terjatuh ke jurang dan danau.
Terdapat serangkaian aksi kekerasan mematikan di Ethiopia dalam beberapa bulan terakhir. Masyarakat di Oromua dan Amhara mengeluhkan adanya marginalisasi politik dan ekonomi dari pemerintah pusat.
Menurut laporan Associated Press, para pendemo di festival Oromo meneriakkan "kami butuh kebebasan" dan "kami butuh keadilan." Sejumlah pendemo menyilangkan tangan mereka sebagai bentuk simbol unjuk rasa Oromo.
Kericuhan dipicu rencana pemerintah memperluas ibu kota hingga ke Oromia. Hal ini membuat para petani dari Oromo, etnis terbesar di Ethiopia, khawatir terpinggirkan.
Rencana pemerintah akhirnya dibatalkan, namun unjuk rasa tetap berlanjut hingga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News