Janji mengundurkan diri ini terlontar usai Irak dilanda gelombang protes anti-pemerintah yang telah berlangsung sejak beberapa pekan terakhir. Sementara seruan kepada parlemen dilayangkan oleh ulama ternama Irak, Ayatollah Ali al-Sistani.
Seruan diucapkan Ayatollah usai munculnya laporan bahwa lebih dari 60 orang tewas dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan petugas keamanan Irak pada Kamis kemarin.
"Saya akan menyerahkan surat (kepada parlemen) untuk mundur dari pemerintahan saat ini," kata PM Abdul Mahdi, disitir dari Financial Times, Sabtu 30 November 2019. Ia mengonfirmasi bahwa keputusan mundurnya ini merupakan respons atas seruan Ayatollah.
Selama ini Ayatollah secara konsisten mendukung para demonstran yang menuntut kehidupan layak di Irak. Meski mendukung, Ayatollah tidak secara langsung menentang kepemimpinan PM Abdul Mahdi. Namun dalam pidato pada Jumat 29 November, Ayatollah mengubah sikapnya.
"Parlemen diminta untuk mempertimbangkan kembali segala opsi demi kepentingan rakyat Irak," ujar Ayatollah melalui perwakilannya saat ibadah Salat Jumat. Ayatollah didukung banyak warga Syiah di Irak, yang jumlahnya berkisar 65 persen dari total populasi negara tersebut.
Demonstran telah meminta PM Abdul Mahdi untuk mundur sejak aksi protes dimulai Oktober lalu. PM Abdul Mahdi sebelumnya telah berjanji akan mundur jika kehilangan dukungan dari parlemen.
Jika parlemen menerima surat pengunduran diri Abdul Mahdi, maka Presiden Irak Barham Salih harus mengajukan kandidat untuk menjadi PM baru di Irak. Sejumlah partai politik di Irak dipastikan akan menyodorkan kandidat masing-masing.
Gelombang unjuk rasa di Irak dimulai dari ketidakpuasan warga terhadap kurangnya lapangan pekerjaan, layanan publik yang buruk dan maraknya korupsi di pemerintahan. Namun aksi protes ini berkembang menjadi penentangan penuh terhadap sistem perpolitikan di Irak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News