Tragedi menimpa para penghuni liar yang tinggal di sekitar area. Sebuah pabrik biogas dituding sebagai penyebab musibah.
Puluhan rumah penduduk liar yang tinggal di TPA Koshe, di pinggiran ibu kota, menjadi rata ketika tumpukan terbesar sampah runtuh pada Sabtu 11 Maret.
Dagmawit Moges, kepala biro komunikasi kota, mengonfirmasi adanya 46 orang tewas -- 32 perempuan dan 14 laki-laki, termasuk beberapa anak-anak. Banyak korban merupakan penghuni liar yang memulung untuk hidup di areal pembuangan sampah seluas 30 hektare itu.
Musa Suleiman Abdulah, yang kehilangan gubuk kayu beratap terpal plastik, mengaku mendengar "gemuruh besar" saat kejadian.
"Ketika kami keluar, suara seperti tornado menuju ke arah kami," katanya seperti dikutip Guardian dari AFP, Senin 13 Maret 2017.
"Kami mulai mengumpulkan anggota keluarga dan melarikan diri. Orang-orang datang menolong. Anak dan keluarga saya mengungsi sebelum kehancuran terjadi," sambung dia.
TPA Koshe sudah menjadi lokasi pembuangan sampah utama untuk Addis Ababa sejak 40 tahun terakhir. Addis Ababa adalah kota yang berkembang pesat, dengan populasi sekitar empat juta jiwa.
Menurut warga, sekitar 50 rumah di sekitar TPA Koshe dihuni sekitar tujuh orang.

'Rumah' bagi Pemulung
Warga telah mendirikan rumah-rumah itu sekitar dua sampai tiga tahun lalu, kata Berhanu Degefe, seorang pemulung sampah, yang tinggal di salah satu gubuk.
"Mata pencaharian mereka tergantung pada tempat sampah. Mereka mengumpulkannya dari sini dan mereka tinggal di sini, "kata Degefe, mengacu pada korban dan penghuni liar lainnya. "Bagian ini, semuanya longsor," katanya, menunjuk segumpal besar bukit yang tiba-tiba amblas. "Banyak orang meninggal tadi malam."
Degefe menyalahkan pabrik biogas baru yang dibangun di atas bukit sebagai penyebab longsor. Buldozer milik perusahaan itu terlihat berada di atas bukit, yang diduga mendorong tumpukan sampah di sekitarnya. Degefe menyebut, alat itu meratakan tanah untuk lokasi pabrik, meningkatkan tekanan di lereng bukit, sehingga memicu longsor.
Koshe, yang namanya berarti "kotoran" dalam bahasa gaul lokal, ditutup tahun lalu oleh pemerintah kota yang meminta orang agar pindah ke TPA di luar Addis Ababa. Tapi masyarakat di sana tidak ingin pergi.
Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan isu sensitif di Ethiopia, yang dilanda kelaparan pada 1984-1985 setelah kekeringan parah.
Beberapa tahun terakhir, negara ini telah menjadi salah satu ekonomi yang meningkat pesat di Afrika dan daya tarik bagi investasi asing, dengan pertumbuhan mendekati dua-digit dan investasi infrastruktur besar-besaran.
Namun, hampir 20 juta warga Ethiopia hidup di bawah garis kemiskinan, berdasarkan data Bank Dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News