Permintaan ini dikeluarkan di saat warga Arab Saudi, Kuwait dan Bahrain berbondong-bondong keluar dari Lebanon. Mereka keluar setelah diimbau oleh pemerintahannya masing-masing.
Presiden Lebanon Michel Aoun memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Lebanon Walid al-Bukhari ke Istana Presiden pada Jumat 10 November.
Aoun menegaskan, pengumuman pengunduran diri Hariri yang disampaikan melalui televisi dari Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh, pada Sabtu 4 November lalu tidak dapat diterima dan mendesaknya untuk segera pulang.
"Sekarang kami menuntut agar kembalinya Perdana Menteri Saad Hariri," ujar Menteri Luar Negeri Lebanon Jibran Bassil, dalam akun Twitternya, seperti dikutip AFP, Sabtu 11 November 2017.
"Kami harus berkorban banyak dalam memilih seorang presiden dan seorang perdana menteri yang mewakili rakyat," jelasnya.
"Selain itu, kami juga memilih perwakilan dan bukan kami yang memutuskan untuk memberhentikannya atau tidak," tegas Bassil.
(Baca: Iran Siap Jaga Lebanon Usai Ditinggal Perdana Menteri).
Partai Pergerakan Masa Depan yang dipimpin Hariri juga mendesaknya untuk kembali ke Lebanon, demi mengembalikan kestabilan internal dan eksternal negaranya.
Sebelumnya pada Senin 6 November, Menteri Urusan Teluk Arab Saudi Thamer al-Sabhan memperingatkan Lebanon akan mengajak perang terhadap negaranya, jika tetap memasukan kelompok Hizbullah dalam pemerintahan koalisi bentukan Hariri pada 2016 lalu. Arab Saudi tidak bisa menerima hal tersebut karena Hizbullah adalah sekutu dari Iran yang menjadi musuh bebuyutan Arab Saudi.
Namun kantor Presiden Prancis Emmanuel Macron mengklaim bahwa Duta Besar Prancis dan Duta Besar Amerika Serikat di Arab Saudi sudah bertemu dengan Hariri. Mereka mengatakan,"Dia (Hariri) tidak menjadi sandera, Pangeran Mohammad bin Salman memastikan bahwa Hariri bukan tahanan."
Macron pun terbang ke Arab Saudi pada Kamis malam untuk bertemu putra mahkota Arab itu, demi mencari tahu kondisi Hariri secara langsung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News