Kabar disampaikan beberapa sumber dari istana kepresidenan Turki, seperti dilansir The Independent.
Kemenangan kubu "iya" dalam referendum akan membuat sistem kenegaraan Turki berubah dari parlementer menjadi presidensial. Erdogan akan mendapat tambahan kekuasaan eksekutif, yang dinilai oposisi berpotensi menjadikannya seorang diktator.
Oposisi hendak menentang hasil referendum, karena suara kubu "iya" dan "tidak" hanya berselisih tipis, sekitar 51 melawan 48 persen.
Menurut Erdogan, referendum kali ini adalah "pemilihan yang paling demokratis" yang pernah terjadi di negara Barat manapun. Ia mengecam sejumlah pihak yang mengkritik cara Turki dalam berdemokrasi.
"Kita harus melawan negara-negara kuat di dunia," ujar Erdogan saat tiba di bandara Ankara dari Istanbul.
"Banyak yang menyerang kita dari luar. Kita tidak boleh tunduk. Sebagai sebuah negara, kita harus berdiri tegak," sambung dia.
Terdapat 18 amandemen konstitusi yang akan mulai berlaku setelah pemilu berikutnya yang dijadwalkan pada 2019, salah satunya adalah dihapuskannya jabatan perdana menteri dan perluasan kekuasaan eksekutif di tangan presiden.
Pertama kali berkuasa pada 2003 sebagai perdana menteri, Erdogan menegaskan sebuah sistem presidensial "gaya Turki" akan membawa stabilitas dan kemakmuran di negaranya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News