Perjalanan mereka, yang dimulai 17 Desember 2016, didasari semangat berpetualang dan juga keinginan Hakam Mabruri mengenalkan kepada dunia mengenai Islam di Indonesia yang sebagian besar pemeluknya berpandangan moderat.
Pasangan suami istri ini berkesempatan mengunjungi KBRI Kairo dan diterima dengan baik oleh Duta Besar RI untuk Mesir Helmy Fauzy. Dubes Helmy tak menyangka bahwa ada WNI yang bisa mengayuh sepeda dari Indonesia ke Mesir.
“Pertama kali KBRI Kairo menerima yang seperti ini. Kegiatan seperti ini sangat positif dengan membawa nama Indonesia sebagai salah bentuk diplomasi yang dapat dilakukan oleh warga Indonesia. KBRI Kairo akan memberikan bantuan dan dukungan yang dibutuhkan selama Hakam Mabruri dan istri berada di Mesir,” ujar Dubes Helmy, seperti keterangan tertulis dari KBRI Kairo kepada Metrotvnews.com, Senin 30 Oktober 2017.
Bagi Hakam Mabruri sendiri, perjalanan kali ini merupakan kali pertama bersama sang istri turut. Sebelumnya, dia pernah beberapa kali bertualang dengan sepeda seorang diri.
Sedangkan bagi Rofingatul, perjalanan ini merupakan bentuk pengabdian istri dalam mendampingi suami sekaligus memperkuat sikap tawakal mereka kepada Allah SWT. Baginya, perjalanan ini penting karena membawa misi mengenalkan Islam sebagai agama Rahmatan Lil ’Alamin. Ia dan suami berencana mengakhiri petualangan ini dengan ibadah umrah di Mekkah, sebelum nantinya bertolak ke Tanah Air.

Hakam Mabruri dan istri berencana mengelilingi Mesir selama dua pekan ke depan sambil menunggu proses visa dari Arab Saudi.
Menurut Hakam Mabruri dan istri, kendala terbesar yang mereka hadapi selama perjalanan adalah perbedaan bahasa sebagai media komunikasi dengan penduduk lokal, khususnya saat melewati kota-kota kecil yang masyarakatnya jarang bisa berbahasa Inggris.
Apalagi Hakam Mabruri sendiri menyebutkan kemampuan Bahasa Inggrisnya yang terbatas dengan istilah “50 – 50." Salah satu pengalaman uniknya adalah pada saat harus berargumen dengan polisi perbatasan Myanmar karena tidak diperbolehkan memasuki wilayah negara lewat jalur darat melalui Thailand.
Ia baru memahami peraturan harus memilliki visa jika ingin masuk wilayah Myanmar lewat jalur darat setelah menelpon KBRI Bangkok. Setelah menerima penjelasan dari KBRI Bangkok, Hakam Mabruri dan istri terpaksa harus kembali mengayuh sepeda sejauh 560 kilometer ke Bangkok untuk mengurus visa.
Dengan berbekal Bahasa Inggris yang terbatas, Hakam Mabruri dan istri ternyata dapat diterima dengan baik oleh banyak penduduk lokal yang ditemuinya selama perjalanan. Mereka menerima banyak bantuan selama perjalanan dari penduduk lokal, baik dalam bentuk penginapan gratis maupun makanan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News