Penghargaan ini diberikan kepada tokoh yang dianggap paling korup dan merusak melalui kejahatan terorganisir pada tahun 2024.
Tahun ini, mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dinobatkan sebagai pemenang, sementara mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo, masuk dalam daftar finalis bersama sejumlah pemimpin dunia lainnya.
Tentang OCCRP
Gambar: SImbor OCCRP. (OCCRP)
Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) adalah salah satu organisasi jurnalisme investigatif terbesar di dunia yang berbasis di Amsterdam, Belanda.
Didirikan pada tahun 2007 oleh Drew Sullivan dan Paul Radu, OCCRP berkomitmen untuk mengungkap kejahatan dan korupsi terorganisir melalui pelaporan lintas negara yang mendalam.
OCCRP bermitra dengan berbagai media di enam benua untuk menerbitkan berita, Visi OCCRP adalah menciptakan dunia yang lebih transparan, di mana kehidupan dan demokrasi tidak terancam oleh korupsi.
Organisasi ini berfokus pada investigasi, pengembangan infrastruktur media, inovasi teknologi jurnalistik, dan mempercepat dampak global melawan korupsi melalui kolaborasi dengan mitra internasional.
Aleph, salah satu alat unggulan OCCRP, adalah platform data yang menggabungkan lebih dari 4 miliar dokumen yang membantu jurnalis dan aktivis mengungkap fakta-fakta penting.
OCCRP juga menjalankan Reporters Shield, program perlindungan hukum bagi media dari gugatan strategis yang bertujuan untuk menghambat pelaporan.
Bashar al-Assad
Sumber: AFP
Bashar al-Assad memenangkan gelar tersebut karena keterlibatannya dalam produksi dan distribusi narkoba Captagon, yang memberikan pendapatan miliaran dolar AS untuk mendanai kekuasaannya yang brutal.
Assad juga diduga menggunakan pendapatan ini untuk menindas rakyatnya, menjalankan kampanye penahanan massal, serta menargetkan warga sipil dalam perang Suriah.
"Selain menjadi diktator seperti ayahnya, Assad menambahkan dimensi kriminal dan korupsi yang tidak terbayangkan, menghancurkan kehidupan tak terhitung jumlahnya bahkan di luar perbatasan negaranya," kata Alia Ibrahim, juri dari Daraj.com.
Assad melarikan diri ke Rusia dengan membawa kekayaan yang diduga mencapai puluhan miliar dolar setelah digulingkan pada Desember 2024.
Joko Widodo
Foto: AFP
Joko Widodo, yang baru saja menyelesaikan masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia, juga masuk dalam daftar finalis. Salah satu sorotan utama adalah proyek ibu kota baru Nusantara yang dianggap lebih menguntungkan segelintir elit politik daripada rakyat banyak.
Selain itu, terdapat dugaan penggelembungan biaya pada proyek infrastruktur besar seperti jalan tol dan bendungan yang didanai oleh APBN, yang menurut laporan Transparency International Indonesia, tidak disertai dengan audit yang memadai.
Laporan lain mengungkapkan bahwa selama masa pemerintahannya, angka ketimpangan sosial meningkat secara signifikan, dengan banyak program bantuan sosial diduga disalahgunakan untuk keuntungan politik.
Di sektor energi, pemerintahannya juga menghadapi tuduhan korupsi terkait konsesi tambang batubara dan alokasi subsidi bahan bakar. "Korupsi bukan hanya soal uang yang hilang, tetapi tentang hak-hak rakyat yang dirampas," ujar Drew Sullivan, penerbit OCCRP.
William Ruto
Foto: AFP
William Ruto, Presiden Kenya, menerima jumlah nominasi terbanyak dari publik tahun ini, lebih dari 40.000 suara. Ruto dituduh melakukan korupsi besar yang mengakibatkan kegagalan dalam kebijakan ekonomi, kesehatan, pendidikan, serta ketidakstabilan keseluruhan di Kenya.
Demonstrasi besar-besaran pada Juni dan Juli 2024 menuntut pengunduran dirinya, yang dibalas dengan tindakan keras oleh pasukan keamanan. Banyak pengunjuk rasa yang tewas, terluka, atau hilang dalam insiden tersebut.
Bola Ahmed Tinubu
Foto: AFP
Presiden Nigeria, Bola Ahmed Tinubu, menjadi sorotan karena dugaan korupsi besar dalam sektor minyak dan kebijakan ekonomi kontroversial.
Penyelewengan dana publik mencakup alokasi yang tidak transparan untuk proyek infrastruktur dan manipulasi kebijakan ekonomi yang menguntungkan para elit.
Salah satu isu besar adalah dugaan keterlibatan Tinubu dalam pencucian uang melalui jaringan internasional, yang menciptakan ketidakstabilan ekonomi di Nigeria.
Selain itu, Tinubu juga disebut-sebut memanfaatkan posisinya untuk mengendalikan sumber daya negara demi keuntungan pribadi.
Pengamat menilai bahwa ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahannya semakin meningkat, dengan banyak yang mendesak investigasi lebih lanjut atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan ini.
Sheikh Hasina
Foto: AFP
Mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, dikenal karena tuduhan manipulasi pemilu dan represi terhadap oposisi.
Selama masa jabatannya, pemerintahannya terlibat dalam sejumlah pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penghilangan paksa dan pembunuhan di luar proses hukum yang dilaporkan oleh Human Rights Watch.
Selain itu, Hasina diduga memanfaatkan kekuasaan untuk menekan kebebasan pers dengan memberlakukan kebijakan yang membatasi liputan media yang kritis.
Dalam konteks ekonomi, laporan menunjukkan bahwa sekitar USD 150 miliar dialihkan keluar dari Bangladesh selama masa jabatannya, yang menyebabkan tekanan besar pada ekonomi negara itu.
Gelombang protes besar yang dipimpin oleh mahasiswa pada tahun 2024 akhirnya memaksanya mundur dari jabatan dan melarikan diri ke luar negeri.
Gautam Adani
Foto: AFP
Gautam Adani, oligark India, masuk daftar ini karena keterlibatan dalam sejumlah kontroversi besar yang mencakup tuduhan korupsi dan penyelewengan dana publik.
Adani Group dituduh membayar lebih dari $250 juta dalam bentuk suap kepada pejabat pemerintah di India untuk mengamankan kontrak energi yang menguntungkan di beberapa negara bagian, termasuk Andhra Pradesh dan Tamil Nadu.
Selain itu, laporan dari Hindenburg Research dan OCCRP mengungkapkan adanya manipulasi saham yang melibatkan perusahaan-perusahaan cangkang internasional untuk meningkatkan nilai pasar grupnya secara artifisial.
Kasus-kasus ini tidak hanya mencoreng reputasi bisnis Adani, tetapi juga memicu tekanan internasional untuk penyelidikan lebih lanjut.
Teodoro Obiang Nguema Mbasogo
Foto: AFP
Untuk pertama kalinya dalam sejarah ajang ini, OCCRP memberikan penghargaan khusus "Lifetime Non-Achievement Award" kepada Teodoro Obiang Nguema Mbasogo, Presiden Guinea Khatulistiwa.
Obiang telah memimpin negara tersebut sejak merebut kekuasaan melalui kudeta pada tahun 1979, menjadikannya salah satu diktator terlama di dunia.
Obiang dikenal karena menggunakan penindasan brutal untuk mempertahankan kekuasaannya, termasuk penangkapan sewenang-wenang, penghilangan paksa, dan penyiksaan.
"Melalui ketakutan, represi, dan korupsi, Teodoro Obiang telah menciptakan dinasti kekayaan dan impunitas," ujar Anas Aremeyaw Anas, seorang jurnalis investigasi Ghana yang menjadi juri dalam ajang ini.
Obiang juga dituduh mencuri kekayaan negara melalui eksploitasi sumber daya alam seperti minyak, menjadikan Guinea Khatulistiwa sebagai contoh nyata kleptokrasi yang ekstrem.
Penghargaan ini menyoroti bagaimana korupsi tingkat tinggi dapat menciptakan ketidakstabilan di suatu negara, dengan Obiang menjadi simbol dari bahaya korupsi yang sistemik.
Penobatan Bashar al-Assad sebagai pemimpin terkorup tahun 2024 menyoroti dampak destruktif dari korupsi dan kejahatan terorganisir pada skala global.
Meskipun Joko Widodo tidak memenangkan gelar ini, masuknya dia dalam daftar finalis menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
Penghargaan ini tidak hanya mengungkap kejahatan, tetapi juga mendorong diskusi untuk mencegah praktik serupa di masa depan.
Baca Juga:
Jokowi Masuk Nominasi Pemimpin Terkorup 2024 Versi OCCRP, 'Dikalahkan' Bashar al-Assad
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
