Dilansir dari Guardian, Jumat 23 Februari 2018, karena serangan demi serangan ini, korban luka pun terus meningkat. Bahkan, organisasi internasional yang memantau krisis Suriah menuduh ada bukti nyata bahwa rumah sakit sengaja ditargetkan.
Tim medis dan aktivis menyatakan para dokter terpaksa menggunakan obat yang sudah kadaluarsa. Aktivis mencatat jumlah korban tewas selama tiga hari serangan mencapai 300 orang.
Menurut catatan, sedikitnya 250 tewas dan 500 luka-luka dalam serangan di wilayah yang dikuasai pemberontak di Ghouta Timur, Suriah sejak Senin hingga Selasa malam.
Seorang supir ambulans pun bersaksi bahwa memang ada indikasi serangan ditargetkan ke pusat-pusat medis.
"Saat kami menyelamatkan orang-orang dari balik reruntuhan, kami ditargetkan secara langsung. Mereka menunggu di jalan yang kami lewati dan mengebom," kata supir tersebut.
Dalam pernyataannya, Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan bahwa petugas medis di Ghouta timur tidak dapat mengatasi jumlah korban luka yang tinggi. Seraya menambahkan bahwa "korban yang terluka mati karena mereka tidak dapat diobati pada waktunya".
Seruan untuk jeda dalam pertempuran agar makanan dan bantuan medis mencapai Ghouta timur. Soalnya beberapa agen internasional, yang bekerja dengan mitra lokal di daerah yang padat penduduknya di pinggiran kota Damaskus, mengumumkan bahwa mereka menangguhkan program mereka karena risiko.
Tersendatnya upaya bantuan di daerah itu, hanya satu konvoi bantuan kecil yang masuk sejak November. Tingkat kekurangan gizi akut di antara anak-anak di daerah kantong telah meningkat empat kali lipat dalam waktu kurang dari satu tahun ke tingkat tertinggi selama perang tujuh tahun Suriah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News