Puluhan kandidat ini, yang semuanya ingin menggantikan Presiden Michel Martelly, akan bertarung dalam pilpres putaran pertama pada 25 Oktober mendatang.
Musim kampanye tahun ini dimulai dengan sejumlah orang yang berunjuk rasa terhadap Dewan Pemilihan Umum Haiti (CEP) di ibu kota Port-au-Prince.
CEP dikritik karena menggelar pemilihan umum legislatif di tengah banyaknya aksi kekerasan dan dugaan kecurangan.
Banyak warga Haiti mempertanyakan kemampuan CEP dalam menyelenggarakan pilpres, terlebih dengan jumlah kandidat yang cukup banyak.
"CEP ada di bawah pengaruh sektor dan partai tertentu," ujar Pierre Espearance, kepala eksekutif jaringan nasional hak asasi manusia di Haiti, seperti dilansir AFP.
Sementara itu partai oposisi terbesar di Haiti, Verite, mengundurkan diri dari proses pemilu. Verita menegaskan tidak mau terlibat dalam kekacauan pemilu yang akan semakin mengacaukan politik Haiti.
Belum diketahui apakah semua capres dari Verita juga akan mengundurkan diri.
Pemilihan umum legislatif di Haiti berlangsung buruk, dengan tingkat partisipasi yang hanya mencapai 18 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News