Anak-anak di Yaman paling menderita akibat perang yang melanda. (Foto: AFP).
Anak-anak di Yaman paling menderita akibat perang yang melanda. (Foto: AFP).

8.000 Warga Tewas dalam Perang Yaman yang Didukung Inggris

Arpan Rahman • 28 Maret 2019 06:29
Sana'a: Operasi pengeboman dipimpin Arab Saudi di Yaman yang didukung oleh Pemerintah Inggris telah menewaskan lebih dari 8.000 warga sipil. Ini semua terjadi di tengah meningkatnya pengawasan atas peran Inggris dalam konflik yang menghancurkan.
 
Dalam empat tahun sejak aksi pengeboman dimulai, total 8.338 warga sipil tewas akibat serangan udara, termasuk 801 wanita dan 1.283 anak-anak. Angka-angka tersebut disusun oleh Yemen Data Project, yang menganalisis 19.511 kali serangan udara.
 
Riyadh ikut campur dalam perang saudara Yaman pada 2015 guna mengembalikan pemerintahan Abd Rabbo Mansour Hadi yang diakui secara internasional. Hadi sebelumnya digulingkan pemberontak Houthi yang didukung Iran.

Koalisi, dipimpin Saudi dan Uni Emirat Arab, sudah mengakui menyebabkan korban sipil di masa lalu. Tetapi mereka kaitkan kematian itu dengan "kesalahan yang tidak disengaja". Seraya berkilah, pihaknya berkomitmen menegakkan hukum internasional.
 
Bersama Amerika Serikat, Inggris memainkan peran utama dalam mendukung kampanye militer koalisi melawan Houthi -- yang juga dituduh melakukan kejahatan perang oleh PBB.
 
Inggris telah menjual senjata senilai GBP4,7 miliar atau Rp88 triliun ke Arab Saudi sejak kampanye pengeboman dimulai, termasuk pesawat terbang, helikopter, drone, bom, dan rudal.
 
Sebuah laporan baru-baru ini oleh Jaringan Universitas untuk Hak Asasi Manusia (UNHR) berbasis di AS dan kelompok pemantau Yaman Mwatana menemukan bahwa bom Inggris dan Amerika sudah membunuh dan melukai hampir 1.000 warga sipil, termasuk lebih dari 120 anak-anak di Yaman.
 
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt secara konsisten membela penjualan itu, dan berpendapat bahwa menghentikan penjualan ke Saudi akan mengurangi pengaruh Inggris.
 
Namun, para kritikus menuduh Inggris memprioritaskan keuntungan di atas masalah kemanusiaan. Hunt menulis op-ed di Politico, sehari setelah lima partai oposisi Inggris meminta pemerintah agar menyetop semua penjualan senjata ke Saudi.
 
Lewat sepucuk surat kepada Hunt yang diterbitkan di situs Independent, Partai Buruh, Partai Hijau, SNP, Demokrat Liberal, dan Plaid Cymru menulis: "Sungguh mengecewakan bahwa kendati semua bukti bertentangan dengan konflik yang telah berlangsung selama empat tahun, namun pemerintah telah memutuskan untuk tidak menggunakan semua sarana yang ada untuk menekan sekutu demi mematuhi hukum dasar hak asasi manusia."
 
"Perang mengerikan ini tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan politik dan militer dari pemerintah yang berurusan dengan senjata seperti Inggris. Ketika perang memasuki tahun kelima, semakin mendesak mereka melakukan hal yang benar, dan akhirnya mengakhiri penjualan senjata," kata Andrew Smith dari Campaign Against Arms Trade, seperti disitir dari laman Independent, Kamis 28 Maret 2019.
 
"Tidak peduli seberapa buruk situasinya, Jeremy Hunt dan para sekutunya sudah menjunjung keuntungan senjata di atas HAM dan kehidupan rakyat Yaman," imbuhnya.
 
Selain korban yang disebabkan oleh pengeboman, pertempuran yang meluas telah menyebabkan apa yang disebut PBB sebagai "krisis kemanusiaan terburuk di dunia."
 
Diperkirakan 24 juta orang -- hampir 80 persen dari populasi -- membutuhkan bantuan dan perlindungan di Yaman. Sementara kelaparan mengancam ratusan ribu jiwa.
 
Pendukung Barat dari kampanye yang dipimpin Saudi berada di bawah tekanan yang meningkat agar mengakhiri penjualan senjata ke negara itu dalam beberapa pekan terakhir di tengah skandal yang berkembang atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul.
 
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman -- yang telah menjadi kekuatan pendorong di belakang intervensi negaranya di Yaman -- telah menghadapi kecaman internasional setelah terungkap bahwa anggota pasukan keamanannya termasuk di antara para tersangka dalam pembunuhan itu.
 
Tetapi serangan udara bukan satu-satunya bahaya bagi penduduk Yaman yang terkepung. Save the Children melaporkan lonjakan yang "mengkhawatirkan" pada kasus-kasus yang diduga kolera di negara tersebut.
 
Dikatakan 40.000 kasus baru dilaporkan hanya dalam dua pekan terakhir, meningkat 150 persen dibandingkan periode yang sama bulan lalu. Lebih dari sepertiga adalah anak-anak di bawah usia lima belas tahun. Negara ini menderita wabah terburuk dalam sejarah pada 2017, ketika lebih dari satu juta orang terkena dampaknya.
 
"Semua pihak dalam konflik ini, dan mereka yang mendukung, harus mengambil satu-satunya tindakan yang bertanggung jawab yaitu segera mencapai resolusi damai. Anak-anak Yaman tidak bisa dipaksa menunggu sementara perang dan penyakit mematikan mengintai di sekitar mereka," kata Tamer Kirolos, Direktur Save the Children Yaman.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan