Disitir dari Guardian, Senin 4 November 2019, perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) diadopsi pada Oktober 2015 dan diimplementasikan di awal 2016. Perjanjian ini membatasi produksi uranium Iran, dan sebagian gantinya sejumlah sanksi ekonomi terhadap Teheran dicabut.
Ali Akbar Salehi, Kepala Organisasi Energi Atom Iran, mengatakan bahwa produksi pengayaan uranium negaranya kini mencapai lima kilogram per hari, dari hanya 450 gram dua bulan lalu.
Status JCPOA menjadi tidak jelas usai Presiden Donald Trump menarik AS dari perjanjian tersebut. Tidak hanya menarik diri, Trump juga menjatuhkan rangkaian sanksi baru kepada Iran.
Geram atas tindakan AS, Iran pun turut melanggar JCPOA dan bertekad menambah pengayaan uranium. Peningkatan produksi ini dimungkinkan karena Iran menggunakan dua mesin sentrifugal terbaru, salah satunya terlarang dalam JCPOA.
Salehi menambahkan Iran tengah mengembangkan prototipe sentrifugal terbaru, IR-9, yang dapat bekerja 50 kali lebih cepat dari mesin IR-1.
Hingga saat ini Uni Eropa belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai pengumuman Iran. Namun Senin kemarin, UE telah melayangkan peringatan awal bahwa dukungan blok Eropa terhadap JCPOA sangat tergantung dari komitmen Iran.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, menilai pengumuman Iran sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima dan juga membahayakan JCPOA secara menyeluruh.
Sebelumnya, Menlu Iran Javad Zarif menegaskan, bahwa selama negara-negara yang menandatangani JCPOA tidak membela Iran dari sanksi AS, maka Teheran akan terus melanjutkan pengayaan uranium.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News