Wakil Tetap RI untuk PBB Dubes Dian Triansyah Djani. (Istimewa)
Wakil Tetap RI untuk PBB Dubes Dian Triansyah Djani. (Istimewa)

Klaim Sepihak AS Atas Yerusalem Ilegal dan Harus Ditolak

M Sholahadhin Azhar • 22 Desember 2017 06:20
Jakarta: Klaim Amerika Serikat (AS) atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel adalah ilegal, karena tak sesuai hukum internasional. Indonesia bersikap tegas dan menjadi yang terdepan melakukan penolakan.
 
"Pengakuan sepihak (unilateral decision) Amerika Serikat tanggal 6 Desember 2017, bahwa Jerusalem adalah ibu kota Israel dan akan pindahkan Kedubes AS ke Jerusalem, Al Quds-As Sharif, bertentangan dengan resolusi PBB dan hukum internasional serta harus segera ditolak seluruh negara di dunia yang cinta damai!" kata Wakil Tetap RI untuk PBB Dubes Dian Triansyah Djani di New York, Kamis, 21 Desember 2017.
 
Hal tersebut disampaikan Dian di depan 192 negara anggota PBB dalam Emergency Special Session (Sidang Khusus) Majelis Umum PBB. Dalam Sidang Khusus tersebut, telah disahkan Resolusi Majelis Umum PBB (nomor A/ES-10/L.22) tentang “Status of Jerusalem”, yang didukung 128 negara.

Sementara AS dan Israel bergabung dalam 9 negara yang menolak (bersama Guatemala, Togo, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Honduras, dan Palau). Sedangkan negara-negara yang abstain tercatat sebanyak 35 negara. Tercatat pula sebanyak 21 negara tidak hadir/memberikan suaranya.
 
Indonesia menjadi salah satu negara yang pertama menjadi co-sponsor Resolusi tersebut dan memberi suara "yes" terhadap resolusi.
 
Dubes Djani juga menegaskan, bahwa sikap AS itu sangat berbahaya bagi keamanan Timur Tengah dan melukai perasaan umat muslim. Bagi masyarakat dunia, status kota suci Jerusalem (Al Quds-As Sharif) dijamin oleh seluruh Resolusi Dewan Keamanan maupun Majelis Umum PBB.
 
Karenanya Indonesia mengimbau masyarakat internasional untuk menolak keputusan AS, sebagai sesuatu yang  bertentangan dengan berbagai kesepakatan internasional.
 
Desakan Indonesia, bersama-sama negara-negara OKI, Liga Arab, dan negara-negara GNB, yang meminta Presiden Majelis Umum PBB menyelenggarakan ”Emergency Special Session General Assembly”, diambil sebagai sikap terhadap langkah veto AS di Dewan Keamanan PBB terhadap resolusi status Jerusalem, tanggal 18 Desember 2017.
 
Melalui Resolusi yang telah disahkan di Majelis Umum PBB ini, keputusan AS diputuskan tidak sah karena bertentangan dengan seluruh keputusan PBB sebelumnya. Hasil resolusi itu juga meminta semua negara tidak mengikuti atau mengakui langkah AS.
 
"Negara-negara juga diharapkan dapat mencegah dampak keputusan, yang dapat mengancam proses perundingan damai, serta situasi perdamaian dan keamanan di Timur Tengah," tandas Dian.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan