Menurut keterangan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Ekonomi Turki, total nilai dana yang digelontorkan Ankara untuk pengungsi Suriah sudah mencapai USD6 miliar. Turki mengklaim angka ini jauh lebih besar dari bantuan negara-negara lain di kawasan.
Pada 2014, Turki mengklaim sebagai negara ketiga terbesar dalam urusan menyalurkan bantuan kemanusiaan setelah Amerika Serikat dan Inggris.
"Tapi jika dilihat dengan perbandingan rasio GNP, Turki berada di peringkat pertama," ujar Wakil Presiden Badan Penanggulangan Bencana Turki (Afad) Hamza Tasdelen, dalam program MIKTA Journalist Meeting di Ankara, 13-17 November 2017.
Afad mengklaim Turki telah menerima banyak pengungsi Suriah sejak gelombang eksodus pertama dimulai pada 29 April 2011. Ketika itu, Turki menerima semua warga dengan tangan terbuka di bawah kebijakan open border.
"Kami tidak pernah menolak siapapun yang datang ke Turki," sebut Tasdelen.

Hamza Tasdelen. (Foto: turkmenelitv)
Open Border Policy
Saat ini, terdapat 21 pusat perlindungan sementara bagi pengungsi Suriah di Turki. Karena ukurannya yang besar, Tasdelen mengatakan pusat perlindungan ini lebih tepat jika disebut kota dibanding kamp.
Di sana, Turki tidak hanya memberikan kebutuhan dasar, namun juga akses pendidikan dan pelatihan beragam keahlian. Diharapkan nantinya para pengungsi ini memiliki keahlian tertentu saat bisa pulang ke Suriah.
Turki sempat berasumsi krisis Suriah akan berakhir pada 2015 dan semua pengungsi bisa pulang ke kampung halaman. Namun ternyata konflik ini masih berlanjut hingga sekarang.
"Kami akan menampung mereka sampai krisis ini selesai. Banyak bayi Suriah lahir dengan selamat di Turki. Ini membuktikan Turki memberikan layanan kesehatan dengan baik," sebut Tasdelen.
Meski dengan senang hati membantu Suriah, Turki berharap komunitas global, terutama pemain di kawasan, bersedia berbagi beban dalam menangani pengungsi Suriah. "Diharapkan negara-negara lain juga menerapkan open border policy seperti kami," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News