Saat mengumumkan hasil ini, MK RD Kongo menyebut Tshisekedi memenangkan mayoritas suara dengan selisih tipis dari Fayulu. Lewat putusan ini, Tshisekedi akan menggantikan Joseph Kabila yang telah lama berkuasa di RD Kongo.
Fayulu, yang sebelumnya menyebut hasil pilpres sebagai "kudeta elektoral" yang direkayasa Tshisekedi dan Kabila, menyerukan komunitas internasional untuk bersama-sama menolak putusan MK.
"Saya meminta semua komunitas internasional untuk tidak mengakui sebuah kekuatan yang tidak memiliki legitimasi dan juga kedudukan hukum dalam merepresentasikan warga Kongo," kata Fayulu. Ia mendeklarasikan dirinya sendiri sebagai "satu-satunya presiden sah."
Kemenangan Tshisekedi sudah diumumkan sebelumnya bulan ini oleh Komisi Pemilihan Umum Nasional Independen (CENI). Namun pengumuman ditolak, baik di dalam maupun luar negeri. Uni Afrika juga meminta agar pengumuman akhir pilpres RD Kongo ditunda.
Menurut MK RD Kongo, klaim Fayulu yang menyatakan adanya kecurangan "tidak berdasar." Fayulu juga disebut tidak dapat membuktikan adanya keganjilan dalam total hasil suara yang telah dihitung.
"Hanya CENI yang telah mengumumkan hasil otentik dan juga jujur," ucap Hakim MK Noel Kilomba, seperti dikutip dari laman AFP, Minggu 20 Januari 2019.
Kepala MK RD Kongo, Benedict Lwamba Bindu, mendeklarasikan Tshisekedi sebagai "Presiden Republik Demokratik Kongo lewat kemenangan mayoritas tipis." Kemenangan Tshisekedi bukan sesuatu yang mengejutkan, karena sebagian besar anggota MK RD Kongo adalah mitra dan sekutu Kabila.
Ratusan pendukung Tshisekedi berkumpul di luar gedung MK sembari membawa spanduk bertuliskan "katakan tidak pada intervensi" dan "negara merdeka" dengan dikawal sejumlah polisi antihuru-hara.
CENI dijadwalkan menggelar acara pelantikan presiden baru pada Selasa mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News