medcom.id, Caracas: Presiden Venezuela Nicolas Maduro tetapkan kondisi darurat selama 60 hari. Keputusan diambil setelah Maduro mengklaim ada plot dari negara OPEC dan Amerika Serikat (AS).
Menurut Maduro, AS berupaya untuk melengserkan pemerintahannya. Namun Maduro tidak memberikan rincian dari ukuran.
Tahun lalu negara tetangga Kolombia ini juga menerapkan status darurat. Namun akhirnya ketetapan itu ditangguhkan dengan jaminan konstitusional di daerah-daerah, kecuali untuk jaminan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
"Washington (AS) melakuan tindakan fasis terhadap Venezuela, yang terpasung akibat kudeta di Brasil," kata Maduro, seperti dikutip Telegraph, Sabtu (14/5/2016).
Washington telah memiliki hubungan sengit dengan Caracas selama bertahun-tahun. Terutama setelah dukungan AS untuk aksi kudeta terhadap mendiang pemimpin Hugo Chavez.
Kalangan Oposisi berupaya untuk melengserkan Maduro dari kekuasaan. Mereka berkaca dari pemecatan yang dialami oleh Dilma Rousseff dari kursi Presiden Brasil.
Partai Sosialis yang berkuasa di Venezuela, selama ini dikenal menjadi sekutu yang kuat dari Partai Pekerja yang mendukung Rousseff. Lengsernya Rousseff makin menambah isolasi Maduro di Amerika Latin.
Diapit oleh menteri dan patung Chavez, Maduro menandatangani keadaan darurat dan memperpanjang keadaan darurat ekonomi. Ketentuan itu dikeluarkan untuk melindungi negara dari ancaman asing dan domestik tanpa memberikan rincian.
Menurut anggota parlemen dari partai oposisi Tomas Guanipa, Maduro telah melanggar konstitusi. Hal ini disebabkan karena dia takut dilengserkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News