Mantan Presiden Maladewa Maumoon Abdul Gayoom ditangkap. (Foto: AFP).
Mantan Presiden Maladewa Maumoon Abdul Gayoom ditangkap. (Foto: AFP).

Mantan Presiden Maladewa Ditangkap Karena Dukung Oposisi

Marcheilla Ariesta • 06 Februari 2018 08:44
Male: Presiden Maladewa Abdulla Yameen mengumumkan darurat politik di negaranya selama 15 hari. Pengumuman dilakukan usai mantan presiden Maladewa Maumoon Abdul Gayoom ditangkap dalam krisis politik.
 
Negara kepulauan itu berada dalam kekacauan politik. Semua bermula dari sang presiden yang melawan Mahkamah Agung dengan menolak mematuhi perintah pada Kamis pekan lalu, untuk membebaskan sembilan tahanan politik.
 
Kebuntuan terjadi di tengah tindakan keras pemerintah selama bertahun-tahun yang memenjarakan hampir semua oposisi politik sejak berkuasa pada 2013.

Penangkapan mantan presiden Maumoon terjadi pada Senin, 5 Februari. Dia ditangkap bersama dengan saudara tiri Presiden Yameen yang diasingkan.
 
Keduanya diduga memihak pada oposisi dan berkampanye melawan Yameen dalam pemilihan umum mendatang.
 
Maumoon (80) menjadi Presiden Maladewa selama 30 tahun, dan masa jabatannya berakhir pada 2008. Putrinya, Yumna Maumoon menuturkan dalam akun Twitter, bahwa ayahnya ditangkap di rumah mereka di ibu kota Male pada Senin malam waktu setempat.
 
Sesaat sebelum dibawa polisi, Maumoon sempat mereka video yang diunggah ke Twitter untuk para pendukungnya.
 
"Saya belum melakukan apapun saat ditangkap. Saya meminta Anda untuk tetap teguh dalam tekad dan pendirian Anda. Kami tidak akan menyerah untuk bekerja demi reformasi yang tengah kami lakukan," kata dia dalam video tersebut, seperti dilansir dari laman Channel News Asia, Selasa, 6 Februari 2018.
 
Pasukan bersenjata dan unit operasi khusus polisi sebelumnya juga menyerbu gedung Mahkamah Agung. Ratusan orang berkumpul di luar kompleks pengadilan, sementara polisi dengan semprotan merica membubarkan kerumunan orang yang menginginkan keadilan.
 
Sementara itu, juru bicara pemerintah Ibrahim Hussain Shihab, dalam sebuah pernyataan mengatakan putusan Mahkamah Agung yang meminta untuk membebaskan para tahanan politik, sebagai penentangan terhadap otoritas tertinggi.
 
"Putusan Mahkamah Agung berdiri menentang otoritas tertinggi di negara ini, konstitusi. Mahkamah Agung harus ingat bahwa hal itu juga terikat oleh undang-undang," kata dia.
 
Meski demikian, dia menambahkan, pemerintah menjamin krisis politik ini tidak akan berpengaruh pada keamanan warga dan wisatawan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan