"Korban tewas bertambah menjadi 13 setelah beberapa korban penembakan saat pertandingan antara Chelsea dan Liverpool, pada Sabtu 5 November malam, meninggal karena luka-luka mereka," kata juru bicara polisi, Kwacijwok Dominic Amondoc.
Dilansir Guardian, Senin (7/11/2016), sepuluh korban lainnya telah dirawat di rumah sakit.
Di antara korban cedera, Wani Patrick, sudah pulih dari luka tembak di tangannya. "Ketika saya ditembak, saya terjatuh dan beberapa pemuda menimpaku. Saya tidak mampu berdiri sampai ia selesai menembakkan semua pelurunya," katanya.
"Banyak orang ditembak dan banyak orang meninggal," ungkap Patrick.
Pria bersenjata, yang muncul dalam keadaan mabuk, marah setelah ditolak masuk gratis ke bar itu. Para pengunjung lain telah membayar sekitar 50 sen untuk menonton pertandingan Liga Primer Inggris di televisi.
"Ketika datang lagi ia bawa pistol dan mulai menembak ke segala arah," ujar Amondoc.
Serangan terjadi sekitar pukul 21:00 waktu setempat di Gure, pinggiran kota Juba barat-laut.
"Keberadaan pria bersenjata itu tidak jelas dan penyelidikan sedang dilakukan. Sangat disayangkan, dan kami dengan tegas mengutuk insiden ini," kata Paul Akol Kordit, seorang jubir pemerintah.
Kordit berjanji pemerintah "akan melakukan apa yang kami bisa lakukan untuk melindungi rakyat dan membekuk siapapun yang membunuh orang-orang tidak bersalah."
Kerawanan di Juba memburuk sejak perang saudara meletus hampir tiga tahun lalu. Pertempuran meluas telah menyebabkan meningkatnya kriminalitas dan kekerasan bersenjata.
Pada Juli, ibukota Sudan Selatan jadi medan pertempuran tatkala pasukan loyalis presiden Salva Kiir bentrok dengan orang-orang dari mantan wakilnya yang menjadi pemimpin pemberontak, Riek Machar.
Perundingan beruntun untuk membicarakan gencatan senjata yang didukung secara internasional dan beberapa kesepakatan perjanjian telah gagal membawa perdamaian ke Sudan Selatan. Negeri terbaru di dunia ini memerdekakan diri dari Sudan pada 2011.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News