Prancis menguasai Kaledonia Baru yang terletak di Samudera Pasifik sejak abad ke-19. Kaledonia Baru, ditempuh sekitar tiga jam dari Australia timur, mendapat lebih banyak kekuasaan otonom di tengah seruan kemerdekaan dari warga pribumi Kanak di era 1980-an.
Dengan sekitar 174 ribu pemilih terdaftar, ini merupakan referendum kedua bagi status politik Kaledonia Baru. Referendum pertama digelar pada 1987, yang sebagian besarnya diboikot Kanak, dan berakhir dengan kemenangan 98 persen untuk suara "tetap bersama Prancis."
Di ibu kota Kaledonia Baru, Noumea, aktivitas kampanye berlangsung relatif tenang. "Mood publik di Noumea cukup tenang," ujar Catherine Ris, profesor bidang ekonomi dari Universitas Kaledonia Baru, kepada kantor berita Al Jazeera, Sabtu 3 November 2018.
"Partai-partai politik dan warga yang terlibat kampanye senang membela opini masing-masing. Terdapat banyak pertemuan, penempelan poster di jalanan dan pemasangan bendera di deretan pohon di seantero negeri," lanjut dia.
Sekitar 27 persen dari total populasi Kaledonia Baru yang berjumlah 279 ribu adalah etnis Eropa. Sebagian besar dari mereka adalah keturunan Prancis, dan 39 persen etnis pribumi. Sisanya adalah imigran dari pulau-pulau di Pasifik dan Asia Pasifik.
Perjanjian Noumea 1998 mengatur mengenai visi masa depan Kaledonia Baru. Meski masyarakat sepakat dengan perjanjian itu, masih terdapat perpecahan antara kubu loyalis Prancis dengan mereka yang menginginkan kemerdekaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News