Grup pemantau Syrian Observatory for Human Rights mengatakan, mereka yang tewas di kota Khan Sheikhun, Provinsi Idlib, tewas akibat sesak napas dan gejala lainnya dari gas beracun seperti pingsan, muntah dan mulut berbusa. Sebagian besar korban tewas adalah warga sipil.
Seperti dikutip AFP, Observatory mengaku belum dapat mengetahui senyawa apa yang ada dalam gas beracun tersebut. Grup yang berbasis di London itu juga belum mengetahui apakah pesawat pengebom adalah milik Suriah atau Rusia.
Laporan terjadinya serangan gas muncul di awal konferensi konflik Suriah yang digelar Uni Eropa serta Perserikatan Bangsa-Bangsa di Brussels, Belgia.
Sejumlah foto yang dirilis aktivis memperlihatkan relawan menyiramkan air ke para korban. Sedikitnya dua pria terlihat tergeletak dengan busa putih di mulut mereka. Provinsi Idlib sebagian besar dikuasai aliansi oposisi, termasuk mantan grup terafiliasi al-Qaeda, Fateh al-Sham Front.
Pemerintah Suriah secara resmi bergabung dengan Konvensi Senjata Kimia dan menyerahkan semua senjata kimianya pada 2013. Itu merupakan bagian dari sebuah perjanjian agar Amerika Serikat (AS) tidak melancarkan serangan di Suriah.
Namun sejumlah laporan penggunaan bahan kimia oleh rezim Presiden Bashar al-Assad muncul dari waktu ke waktu. PBB menuduh rezim Assad melancarkan sedikitnya tiga serangan kimia pada 2014 dan 2015.
Pemerintah Suriah membantah menggunakan senjata kimia, dan menuduh justru oposisilah yang memiliki persenjataan seperti itu.
Lebih dari 320 ribu orang tewas di Suriah sejak konflik meletus pada Maret 2011, yang berawal dari sebuah unjuk rasa damai menentang pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News