medcom.id, Caracas: Militan pro-pemerintah Venezuela bersenjata tongkat dan pipa menyerbu Majelis Nasional yang dipimpin oposisi, Rabu 5 Juli 2017, dan memukuli anggota parlemen. Akibatnya, tujuh orang terluka, termasuk tiga dengan darah mengalir dari kepala mereka.
Setelah itu, seratus lebih pendukung pemerintah di pintu gerbang legislatif memblokir 350 anggota parlemen, staf, dan orang-orang lain. Di saat sebuah kongres sesi hari kemerdekaan berubah menjadi pengepungan selama sembilan jam yang penuh kekerasan di mana polisi menghindari intervensi.
Akhirnya polisi dan tentara dengan perisai membentuk barisan buat menahan militan pemerintah merangsek, kala anggota parlemen diizinkan pergi.
Kelompok bersenjata menerobos gerbang satu-satunya lembaga negara yang masih secara ketat dikontrol oposisi. Dalam episode kekerasan politik menyusul tiga bulan kekacauan di negara kaya minyak yang sekarang miskin.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengecam serangan tersebut sebagai "serangan terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang dianut oleh rakyat yang berjuang demi kemerdekaan Venezuela sejak 206 tahun yang lalu." Juga mengkritik apa yang disebut meningkatnya otoritarianisme pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Para penyerang mendukung Maduro, yang menghadapi tuntutan oposisi agar digelar pemilu untuk menyingkirkannya dari jabatannya -- meskipun dia mencela kekerasan tersebut.
"Saya benar-benar mengutuk perbuatan ini, saya tidak akan pernah terlibat dalam tindakan kekerasan apapun," kata Maduro dalam sebuah pidato di sebuah parade militer di Caracas. Dia tidak mengakui bahwa mereka yang menyerbu kongres adalah pendukung pihaknya.
"Saya telah memerintahkan penyelidikan, dan mungkin pengadilan diadakan," tuturnya seperti disitat AFP, Kamis 6 Juli 2017.
Polisi militer yang menjaga lokasi tersebut berbaris saat sekitar 100 penyusup mengacungkan tongkat dan pipa, dan satu di antaranya pistol. Mereka menerobos gerbang depan Majelis Nasional dan memasuki taman di dalamnya dan menerobos bangunan itu sendiri, lapor wartawan AFP.
Gerombolan tersebut sampai di koridor gedung kongres, menyerang, dan melukai anggota parlemen. Mereka memerintahkan wartawan untuk meninggalkan tempat tersebut.
Para penyusup, beberapa memakai masker, memulai bom perkusi, memicu kepanikan, dan kekacauan saat polisi berdiri saja dan mengawasinya. Para anggota dewan mengamankan diri di dalam kamar dengan perabotan dan permadani. Ketika semuanya berakhir, ada noda darah di dinding.
Pihak oposisi mengatakan tujuh anggota parlemen terluka dan lima di antaranya harus dirawat di rumah sakit. Deputi juga mengatakan bahwa dua karyawan majelis terluka.
Selain AS, kecaman atas serangan tersebut muncul dari Organisasi Negara-negara Amerika yang berbasis di Washington, Chile, dan sebuah blok perdagangan regional yang dikenal sebagai Mercosur.
Tiga bulan demonstrasi anti-pemerintah telah menimbulkan 91 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi.
Para pemrotes menyalahkan Maduro karena krisis ekonomi yang telah menyebabkan kekurangan pangan, obat-obatan dan bahan pokok seperti sabun. Dia katakan bahwa kekacauan tersebut merupakan hasil konspirasi kapitalis yang didukung AS oleh pihak oposisi.
Badan legislatif yang dikuasai oposisi tersebut mengadakan sebuah sesi khusus untuk menandai hari kemerdekaan ketika para pendukung pemerintah menyerbu.
"Kami tidak akan diintimidasi oleh tindakan kekerasan ini. Tak seorang pun di sini yang akan menyerah pada kediktatoran ini," kata anggota dewan oposisi senior Freddy Guevara.
Sebelumnya, wakil presiden Madhop Tareck El Aissami telah tampil mendadak dalam kongres tersebut bersama dengan kepala angkatan bersenjata, Vladimir Padrino Lopez, dan para menteri.
El Aissami meminta para pendukung Maduro supaya datang ke legislatif demi menunjukkan dukungan bagi presiden.
Sekelompok pendukung Maduro mengadakan demonstrasi di luar gedung selama beberapa jam sebelum masuk ke lapangan saat reses.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News