Kepala negosiator kelompok oposisi Suriah HNC Mohammad Alloush. (Foto: AFP)
Kepala negosiator kelompok oposisi Suriah HNC Mohammad Alloush. (Foto: AFP)

Pemberontak Suriah akan Hadiri Pembicaraan Damai di Astana

Arpan Rahman • 17 Januari 2017 11:22
medcom.id, Astana: Kelompok pemberontak Suriah berencana menghadiri pembicaraan damai konflik negaranya pekan depan di Astana, Kazakhstan.
 
Kehadiran mereka merupakan langkah positif terkait upaya Turki dan Rusia dalam mengakhiri konflik berkepanjangan di Suriah yang sudah hampir memasuki tahun keenam. 
 
Janji kehadiran dilontarkan saat kelompok militan Islamic State (ISIS) bergerak di provinsi Deir Ezzor, Suriah. ISIS memisahkan bandara utama dari wilayah yang dikuasai pemerintah. Kelompok militan ini tidak dilibatkan dalam pembicaraan damai serta kesepakatan gencatan senjata nasional pada 30 Desember.

Pembicaraan damai di Astana dimulai pada 23 Januari. Pertemuan didesain untuk memberlakukan gencatan senjata di Suriah. 
 
Pertemuan diatur pendukung pemberontak Turki dan sekutu rezim Rusia dan Iran, sebagai upaya terbaru mereka mengakhiri perang brutal yang berkecamuk di Suriah sejak Maret 2011.
 
Tiga kekuatan itu mendukung pihak yang berbeda-beda dalam konflik di Suriah. Tapi mereka telah bekerja sama dalam beberapa pekan terakhir demi mengakhiri pertumpahan darah.
 
Jika pertemuan di Astana berhasil, maka akan menjadi pertanda baik untuk perundingan politik selanjutnya oleh PBB di Jenewa, Swiss, bulan depan.
 
"Semua kelompok pemberontak akan (ke Astana). Semua orang telah setuju," kata Mohammad Alloush, tokoh terkemuka di kelompok pemberontak Jaish al-Islam (Tentara Islam).
 
"Astana adalah sebuah proses untuk mengakhiri pertumpahan darah oleh rezim dan sekutunya. Kami ingin mengakhiri rangkaian kejahatan," kata Alloush seperti dilansir AFP, Senin (16/1/2017).
 
Tatap Muka
 
Sumber dari oposisi dan rezim mengatakan pembicaraan kali ini "mungkin" akan dilakukan langsung dengan bertatap muka. Beberapa putaran pembicaraan damai yang ditengahi oleh PBB sebelumnya gagal menghasilkan solusi politik bagi konflik ini. Pembicaraan Astana akan mengadopsi pendekatan berbeda, dengan fokus pada perkembangan militer menjelang diskusi di Swiss pada Februari.
 
Ahmad Ramadhan dari kelompok oposisi terkemuka Koalisi Nasional berkata, pembicaraan Astana akan bertujuan memperkuat gencatan senjata. "Sementara rincian dari proses politik akan ditinggalkan untuk Jenewa," tegasnya.
 
Osama Abu Zeid, penasihat hukum untuk kelompok pemberontak, mengatakan pihaknya didorong untuk hadir karena "agenda akan difokuskan hanya pada gencatan senjata".
 
Tim transisi Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump sudah diundang, namun belum menanggapi secara resmi.
 
Awal bulan ini, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan "optimistis" mengenai pembicaraan di Astana dan "siap mengadakan rekonsiliasi dengan (pemberontak) dengan syarat mereka meletakkan senjata terlebih dahulu."
 
Ratusan unjuk rasa pada Senin 16 Januari merebak di kota Kurdi, Qamishli. Demo ini merupakan bentuk protes atas pengecualian terhadap kelompok politik atau militer Kurdi dalam pembicaraan damai di Astana.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan