Setidaknya perwakilan dari 17 negara dan tiga organisasi internasional diklaim hadir secara virtual. Terdiri dari Madagaskar, Indonesia, Kenya, Nepal, Afghanistan, Iran, Pakistan, Oman, Mozambik, Tanzania, Myanmar, Mauritius, Afrika Selatan, Djibouti, Sri Lanka, Bangladesh dan Seychelles.
Dalam hal ini, Tiongkok mengklaim turut mengundang perwakilan India, Australia dan Maladewa. Namun dalam informasi yang dihimpun, sejumlah negara yang disebut memilih absen atau tidak menghadiri pertemuan tersebut, dan India tidak diundang secara resmi.
Bahkan negara-negara tersebut mengeluarkan pernyataan pers. Mereka mengklarifikasi bahwa perwakilan negara pada pertemuan tersebut tidak resmi.
Mantan Duta Besar Tiongkok untuk India periode 2016-2019, Luo Zhaohui, didapuk Beijing untuk menjadi Ketua CIDCA. Pertemuan ini pun menjadi sorotan, termasuk dari Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS).
Peneliti Senior CENTRIS, AB Solissa menilai forum atau pertemuan ini sebenarnya tidak menguntungkan sejumlah negara yang hadir. Pertemuan ini justru
hanya menguntungkan Tiongkok.
"Banyak negara dunia yang melihat perlakuan Beijing ini untuk kepentingan pribadi Tiongkok, bukan mempromosikan pembangunan negara-negara di kawasan dan perdamaian di Samudera Hindia,” kata AB Solissa dalam keterangannya, Selasa 20 Desember 2022.
Solissa mengakui bahwa Ketua CIDCA, Luo Zhaohui dalam pidatonya menekankan bahwa Samudra Hindia menghubungkan Asia, Afrika, dan Oseania dan berfungsi sebagai jendela serta rute penting yang menghubungkan Tiongkok ke negara-negara di kawasan ini ke seluruh dunia.
Pula dalam pidatonya, Luo Zhaohui, Tiongkok akan memperkuat kerja sama dengan negara-negara di kawasan Samudera Hindia untuk menumbuhkan ekonomi biru, dan memajukan implementasi Inisiatif Pembangunan Global di kawasan tersebut.
Namun Tiongkok dinilai tidak dapat menutupi kemunduran pengaruhnya di beberapa kawasan, termasuk di Pakistan dan Sri Lanka. Forum ini dimanfaatkan sebagai upaya Tiongkok mendapat pengaruh lagi.
“Masyarakat internasional memandang Forum Kawasan Tiongkok-Samudra Hindia ini merupakan upaya nyata Beijing untuk merebut kembali pengaruhnya di beberapa wilayah yang hilang tersebut," ungkap AB Solissa.
Mengingat sejarah investasi Tiongkok di kawasan tersebut, lanjut Solissa, pertemuan ini dapat dianggap sebagai upaya ekspansionis lainnya oleh Beijing untuk memperkuat kehadirannya di Kawasan Samudera Hindia (IOR), dengan berinvestasi di pelabuhan dan infrastruktur di negara-negara IOR, khususnya di Asia Selatan.
“CIDCA yang merupakan badan resmi Tiongkok, jelas didirikan dengan maksud untuk melawan pengaruh kuat yang dipegang India di Indian Ocean Rim Association (IORA) yang memiliki 23 negara anggota dan mengakar kuat di wilayah tersebut,” terang AB Solissa.
Tiongkok diperkirakan akan meluncurkan lebih banyak inisiatif seperti CIDCA di masa depan, meskipun Tiongkok jauh dari kata memiliki kapasitas penuh untuk mengarahkan gerakan tersebut.
CIDCA juga dipandang sebagai upaya Beijing untuk bersaing dengan bantuan Amerika Serikat, di mana Tiongkok fokus memberikan bantuan khusus pada negara-negara pesisir.
Tiongkok menggunakan program Belt and Road Initiative, sehingga bantuan Beijing terlihat sangat menggiurkan negara-negara pengutang, sehingga terus-terusan berutang dengan Tiongkok.
“Tanpa disadari negara-negara penerima bantuan seperti Sri Lanka, Myanmar, Bangladesh serta Pakistan, telah terperangkap jebakan utang Tiongkok dan melihat CIDCA dengan harapan mendapatkan pinjaman lebih lanjut,” tutur AB Solissa.
Cakupan inisiatif ini bukan hanya ekonomi, karena laporan media menunjukkan bahwa Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat sudah memetakan IOR menggunakan seri kapal pelacak luar angkasa Yuan Wang untuk survei strategis.
Sebagai imbal balik, negara-negara pengutang seperti Sri Lanka diyakini memberikan dukungan logistik penting untuk pertumbuhan jejak angkatan laut Tiongkok di wilayah tersebut, melalui pelabuhan Hambantota yang disewakan ke Beijing selama 99 tahun.
Selain itu, Angkatan Laut PLA sudah memiliki pangkalan angkatan laut di Djibouti. Tiongkok telah berulang kali menekankan bahwa Samudra Hindia bukanlah samudra India.
“Kita menduga Tiongkok telah mempertimbangkan semua perkembangan dalam beberapa bulan terakhir, sehingga cukup jelas bahwa Beijing bertekad untuk memperluas pengaruh ekonomi, militer, dan politiknya di wilayah tersebut,” jelas AB Solissa.
Dalam keadaan seperti ini, kata Solissa, mencoba mendominasi kawasan Samudera Hindia tidak akan menjadi tugas yang mudah bagi Tiongkok.
Selain itu, Amerika Serikat melalui sejumlah prakarsa seperti Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik berusaha untuk mengintegrasikan dirinya secara erat di kawasan ini dengan negara-negara lainnya.
“Di beberapa forum, Tiongkok juga tidak menyertakan India dan negara-negara besar lainnya yang memiliki keterlibatan mendalam dengan negara-negara kawasan Samudeta Hindia yang menunjukkan bahwa China menganggap mereka sebagai saingan yang dapat melawan rancangan strategisnya di wilayah tersebut,” pungkas AB Solissa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News