Tak butuh waktu lama bagi Dame Anna, sapaan akrabnya untuk menunjukkan insting tajamnya membaca zaman.
Pada 1989, ia membuat gebrakan dengan menempatkan Madonna di sampul Vogue. Saat itu, langkah tersebut dianggap berani, bahkan revolusioner.
“Jika mengenakan jeans pada November 1988 dianggap berani, saya pikir menampilkan Madonna bahkan lebih berani lagi,” kata Amy Odell, penulis buku Anna: The Biography dikutip dari BBC, Rabu, 10 Agustus 2025.
Langkah-langkah ini membuat Vogue tampil segar dan relevan, tak hanya untuk kalangan elite haute couture, tapi juga anak muda yang hidup dengan budaya pop.
Era baru, tantangan baru
Kini, hampir 40 tahun kemudian, Anna resmi menyerahkan tongkat estafet kepada Chloe Malle (39), yang ditunjuk sebagai kepala konten editorial.Meski begitu, Anna tetap menjabat sebagai direktur editorial global, menjaga pengaruhnya yang besar di balik layar.
Baca juga: Industri Media Massa Terus Bergerak ke Ekosistem Multifplatform |
Sebagian pihak menilai kehadirannya yang masih aktif sebagai tanda ia enggan melepas kendali. Namun, bagi yang lain, hal itu justru menjadi bukti betapa pentingnya Anna bagi kelangsungan Vogue.
“Merek Vogue berdiri sendiri dan merupakan salah satu merek mode paling penting di dunia.” ujar Lauren Sherman, jurnalis mode.
Majalah cetak di era digital
Tantangan terbesar Vogue hari ini bukan sekadar soal kepemimpinan, tetapi relevansi di era digital.“Tidak ada satu majalah pun yang relevan seperti Vogue pada tahun 80-an,” jelas Anja Aronowsky Cronberg, editor-in-chief Vestoj.
Menurutnya, kini ada begitu banyak platform lain yang membentuk budaya, seperti TikTok dan Instagram.
Chloe Malle berencana mengurangi frekuensi terbit majalah cetak dan lebih fokus pada edisi tematik yang bisa dikoleksi. Dengan langkah ini, Vogue berusaha mempertahankan posisinya sebagai “majalah premium” di tengah gempuran konten digital.
Strategi Anna Wintour yang malegenda
Selama hampir empat dekade, Anna dikenal piawai menjembatani dunia mode dengan hiburan. Ia membuka pintu Vogue untuk politisi, bintang pop, bahkan keluarga Kardashian. Ketika Kanye West dan Kim Kardashian tampil di sampul Vogue tahun 2014, banyak yang mengkritik, namun langkah itu terbukti menjadi cermin perubahan budaya populer.“Dia pasti menjembatani fashion dan hiburan sebagai editor-in-chief Vogue,” kata Odell.
Namun, tak sedikit juga yang menuding Vogue di bawah kepemimpinannya terlalu dekat dengan kekuatan korporasi dan elite. Contoh terbaru adalah edisi yang menampilkan Lauren Sanchez, istri Jeff Bezos, yang memicu perdebatan soal arah editorial majalah.
Apakah Vogue masih relevan tanpa Anna?
Tak bisa dipungkiri, reputasi Vogue selama ini begitu erat dengan sosok Anna Wintour—ikon dengan potongan rambut bob legendarisnya.“Anna mampu tetap relevan meskipun melalui berbagai era, hanya dengan menjadi sebisa mungkin identik dengan budaya, mode, dan kecantikan,” ujar Marian Kwei, stylist dan kontributor Vogue.
Namun kini, pertanyaan besarnya apakah Vogue bisa tetap berpengaruh tanpa Anna?
“Saya pikir kita akan melihat seberapa besar relevansi Vogue berasal dari Dame Anna,” tambah Odell.
Yang jelas, masa depan majalah ini kini ada di tangan Chloe Malle. Tantangannya bukan hanya menjaga prestise Vogue, tetapi juga memastikan majalah ini tetap menjadi suara penting dalam budaya mode global yang semakin cepat berubah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News