Kelompok hak asasi manusia ini juga menuduh bahwa pembersihan etnis Rohingya masih berlanjut hingga sekarang, salah satunya adalah pelarangan mengakses bantuan kemanusiaan.
Sejak bentrokan pecah pada Agustus 2017 lalu, hampir 700 ribu Rohingya melarikan diri dari Rakhine State ke perbatasan Bangladesh.
Seorang pengungsi Rohingya mengakui tudingan itu nyata adanya. "Kami tidak bisa mendapatkan makanan, itu sebabnya melarikan diri," kata Dildar Begum, dikutip dari Aljazeera, Jumat 9 Februari 2018.
Kekurangan pangan ini sebagian besar disebabkan oleh tindakan pasukan keamanan Myanmar yang memblokir warga Rohingya untuk mengakses sawah, pasar dan bantuan kemanusiaan.
"Tindakan ini disengaja oleh Myanmar, yang sengaja membuat Rohingya kelaparan," sebut Amnesty Internasional.
Membeberkan penelitian mereka, Amnesty Internasional menyebut bahwa Myanmar melakukan penyiksaan terhadap Rohingya dengan cara yang halus, namun mematikan.
"Mereka kini tidak membunuh, memerkosa dan membakar desa melainkan menghalangi mereka untuk makan sehingga mereka pergi dari rumahnya sendiri," lanjut pernyataan tersebut.
Sempat disepakati pengembalian Rohingya ke Myanmar, Pemerintah Bangladesh mengumumkan akan menunda pemulangan ratusan ribu Rohingya karena khawatir akan keamanan mereka di Myanmar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News