Siswo menjelaskan, 40 persen produk kelapa sawit berasal dari petani kecil. Namun, dengan adanya kelapa sawit ini, para petani kini bisa mendapat keuntungan hingga 15 juta sebulan.
"Kelapa sawit tidak hanya berupa produk saja, namun bisa menjadi jembatan kemakmuran bagi rakyat kita. Ini yang ingin saya tekankan," ujarnya, di Jakarta, Senin, 20 November 2017.
Dia menambahkan, adanya Oil Palm Course 2017 ini bukan hanya untuk menangkal kampanye hitam yang belakangan ini merebak dan berpotensi merugikan industri kelapa sawit Indonesia. Namun, menurut Siswo, program yang dilakukan oleh BPPK dan Collaborative Research Center 990 (CRC 990) ini diharapkan bisa membuat para peserta yang sebagian besar berasal dari Eropa, melihat bahwa kelapa sawit adalah mata pencaharian sebagian besar petani Indonesia.
"Sawit ini menyangkut kehidupan banyak pihak, makanya banyak yang tertarik. Namun Indonesia sudah sepakat untuk meningkatkan sustainability, salah satunya lewat kelapa sawit ini," imbuh dia.
Karenanya, Kepala BPPK Kemenlu ini mengharapkan para peserta kursus dapat melihat kelapa sawit sebagai hajat hidup yang sangat penting bagi petani kecil di Indonesia.
Dia yakin, jika para peserta yang kebanyakan dari Uni Eropa ini melihat tekad besar Indonesia untuk mengembangkan pembangunan keberlanjutan demi mengentaskan kemiskinan dengan kelapa sawit, mereka tidak akan lagi mengatakan hal negatif mengenai kelapa sawit.
Beberapa waktu lalu, produk kelapa sawit Indonesia terus mendapat sorotan dari komunitas internasional, khususnya Uni Eropa. Beberapa kritik menuduh sawit sebagai penyebab deforestasi dan kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia dan isu kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News