Sebelumnya, Duterte mengancam keluar dari PBB karena kesal kebijakannya memerangi peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang disebut sebagai sebuah kejahatan di bawah hukum internasional.
Sejak resmi dilantik menjadi presiden pada Juni, Duterte mengizinkan aparat penegak hukum dan masyarakat untuk tak segan-segan membunuh siapapun yang terlibat kejahatan narkoba.
"Pernyataan presiden kami adalah ungkapan kekecewaan dan frustrasi," tutur Menlu Perfecto Yasay dalam sebuah konferensi pers di Manila, seperti dikutip Reuters.
"Kami tetap berkomitmen kepada PBB meski kami sudah berkali-kali frustrasi dengan agensi internasional ini," sambung dia.
Ratusan Tewas di Bawah Kebijakan Baru Duterte

Polisi memeriksa jasad terduga pengedar narkoba di Manila. (Foto: AFP)
Sekitar 900 terduga pengedar narkotika telah tewas dibunuh sejak Duterte berkuasa di Filipina.
Pekan lalu, dua pakar asal PBB menyebut kebijakan Duterte "sebagai pemicu kekerasan dan pembunuhan, yang merupakan sebuah kejahatan di bawah hukum internasional."
Merespons dengan gaya berbicara yang eksplisit, Duterte menyebut kedua pakar itu sebagai orang "bodoh," dan menyarankan mereka untuk melihat data kematian warga tak berdosa akibat kejahatan narkotika.
Duterte menilai PBB tidak mampu melawan kejahatan narkoba di berbagai penjuru dunia, termasuk Filipina. Ia juga menuduh PBB gagal memerangi terorisme, kelaparan global dan konflik di berbagai negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News