Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dituntut di bawah aturan era-kolonial 1923 karena diduga secara ilegal mendapatkan rahasia negara dalam bentuk dokumen-dokumen pemerintah. Keduanya menghadapi hukuman 14 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Sebelum penangkapan, kedua wartawan itu tengah menyelidiki pembunuhan 10 warga Rohingya di desa Inn Dinn, negara bagian Rakhine utara. Reuters mempublikasikan laporan mereka dengan mengutip keterangan penduduk desa dan petugas keamanan pada Februari.
Kasus ini menarik perhatian global. Sejumlah diplomat Barat dan berbagai kelompok hak asasi manusia mengatakan ini adalah ujian kemajuan menuju demokrasi penuh Myanmar di bawah pemerintahan peraih Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi. Di Myanmar, militer masih memegang pengaruh besar dalam pemerintahan.
Berbicara di luar pengadilan Yangon pada Senin 9 Juli 2018, pengacara pembela dua wartawan tersebut, Khin Maung Zaw, mengatakan "tidak puas" dengan putusan hakim.
Hakim Ye Lwin dari pengadilan distrik utara Yangon menjatuhkan tuntutan pagi ini, dan persidangan awal akan dimulai pada 16 Juli mendatang.
Baca: Pengadilan Myanmar Tolak Hentikan Kasus Wartawan Reuters
Kedua wartawan Reuters ditahan pada 12 Desember ketika mereka bertemu dengan polisi di sebuah restoran. Kala itu, mereka menyerahkan dokumen yang diduga terkait operasi keamanan di negara bagian Rakhine utara.
Lebih dari 700.000 pengungsi Rohingya melarikan diri dari Rakhine utara ke Bangladesh sejak operasi militer Myanmar pada Agustus tahun lalu. PBB menyebut operasi itu sebagai "pembersihan etnis." Namun Myanmar menyebut operasi di Rakhine hanya untuk memburu kelompok militan Arakan Rohingya Salvation Army atau ARSA.
Khin Maung Zaw berkata kepada media Guardian bahwa dua wartawan Reuters akan mengaku tidak bersalah, dan empat saksi akan dihadirkan di pengadilan untuk membela keduanya. Dia memperkirakan persidangan akan berlangsung paling lama dua bulan.
Kasus dua wartawan Reuters ini telah dikecam sebagai serangan terhadap kebebasan pers oleh sejumlah diplomat, media lokal, dan aktivis HAM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News