"Untuk kasus Karni terus melakukan pengampunan dari keluarga. Kembali lagi, dalam kasus Karni serupa dengan yang dihadapi Siti Zaenab. Pengampunan harus diberikan dari pihak keluarga," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir, di Kantor Kemlu RI, Pejambon, Jakarta, Selasa (14/4/2015) tadi malam.
Kasus Karni dikatakan kritis karena pihak keluarga korban menolak untuk menerima uang diyat atau uang darah. Pihak keluarga hanya menginginkan Karni segera dieksekusi mati.
Untuk Karni, kasusnya pun dianggap sebagai kasus yang keji. Dirinya bekerja di sebuah keluarga di Yanbu dan setelah tiga tahun, dirinya bekerja tanpa masalah.
Namun masalah datang ketika Karni yang berangkat ke Arab Saudi lalu, membunuh bayi yang diasuhnya. Mendengar putrinya, sang ayah yang panik mengenderai mobil dengan kencang dari kantornya. Dalam perjalanan tersebut sang ayah menabrak dua pengendara lain hingga tewas.
"Pemerintah Indonesia masih terus melaku proses hukum yang berada di sesuai koridor aturan di Arab Saudi. Namun untuk Karni dan Siti Zaenab, keputusan ada di tangan keluarga," jelas Arrmanatha.
Arrmanatha menambahkan, sejak 2011 pemerintah membebaskan 230 dari ancaman hukuman mati. Sepanjang 2011 hingga 2012, ada 331 WNI terancam hukuman mati dan 113 WNI berhasil dibebaskan dari ancaman hukuman mati.
"2013 ada 71 kasus baru, pada tahun itu pemerintah berhasil membebaskan 51 orang, persentasenya 71 persen. Sedangkan pada 2014 ada 60 kasus baru dan 59 orang bebas dari hukuman. Itu persentase mencapai 96 persen," imbuh Arrmanatha.
Total sepanjang 2011 hingga 2015 dari 467 kasus hukuman mati, pemerintah berhasil membebaskan 238 orang. Saat ini tinggal 229 yang menghadapi kasus hukuman mati.
Kasus WNI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi mencapai 28 orang di Malaysia 168 orang, Tiongkok ada 15 orang, Singapura empat orang, Laos dua WNI dan satu WNI terancam hukuman mati di Vietnam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News