"Pertemuan KJRI Davao ke Kepolisian Iligan City baru sebatas akses kekonsuleran, khususnya karena ada enam orang anak-anak di bawah umur. Kami belum masuk ke substansi peran Minhati di Marawi," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhamad Iqbal dalam pernyataan tertulisnya, Selasa 7 November 2017.
"Kami akan terus berkoordinasi dengan Kepolisian Filipina soal itu," lanjut Iqbal lagi.
Tim KJRI Davao saat ini masih menelusuri apakah Minhati masih berkewarganegaraan Indonesia atau sudah menjadi warga negara Filipina mengingat paspornya sudah habis masa berlaku pada Januari 2017 kemarin.
"Kalau nantinya terkonfirmasi WNI, maka kita akan tetap memberikan bantuan kekonsuleran. Prinsip penting yang kita anut, pidana adalah pidana, bantuan kekonsuleran tidak menghilangkan tanggung jawab pidana seorang WNI," kata Iqbal.
"Yang kita lindungi adalah hak hukumnya. Sementara, terkait tanggung jawab pidana, setiap WNI harus bertanggungjawab terhadap konsekuensi pidananya sendiri," tambah dia.
Iqbal juga mengaku bahwa dirinya dan tim sedang mendalami kabar bahwa Minhati berperang sebagai bendahara dan pengurus logistik kelompok Maute.
Minhati ditangkap pada 5 November kemarin oleh Tim Gabungan Armed Forces of the Philippines (AFP) dan Philippine National Police (PNP), sekitar pukul 09.30 waktu setempat. Ia ditangkap beserta dengan empat anak perempuan dan dua anak laki-laki.
Dalam penangkapan Minhati, beberapa barang bukti turut disita, seperti empat buah blasting cap atau detonator, dua buah kabel detonator dan satu sumbu peledak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News