Gerakan protes anti-pemerintah telah mengguncang Irak sejak 1 Oktober. Tuntutan utama pengunjuk rasa adalah perombakan total rezim Irak yang selama ini dinilai korup, tidak efisien dan terlalu dekat dengan Iran.
"Revolusi berlanjut!" teriak salah satu pedemo di wilayah Diwaniyah, dikutip dari laman AFP.
Demonstran menutup satu per satu bangunan publik di Diwaniyah sembari membawa spanduk bertuliskan, "negara ini sedang dalam proses pembangunan. Mohon maaf telah mengganggu kenyamanan Anda."
Saat tenggat waktu semakin mendekati Senin dini hari, pengunjuk rasa meningkatkan intensitas aksi protes. Mereka memblokade jalan raya dan beberapa ruas lainnya di seantero wilayah selatan Irak dengan menggunakan ban yang dibakar.
Terdapat sejumlah laporan yang menyebut bahwa Iran ingin menempatkan Qusay al-Suhail sebagai PM baru Irak. Suhail merupakan menteri pendidikan tinggi di kabinet Abdel Mahdi.
"Inilah yang kami tentang. Iran telah menguasai negara kami," tutur Houeida, seorang mahasiswa berusia 24 tahun kepada AFP di Lapangan Tahrir. Lapangan tersebut merupakan episenter dari gerakan protes di Irak.
Pengunjuk rasa menentang keras pencalonan Suhail dan juga tokoh lainnya yang dianggap masih berada dalam satu 'gerbong' usai digulingkannya diktator Saddam Hussein pada 2003.
"Ratusan martir telah tumbang, dan mereka masih tetap tidak mau mendengarkan permintaan kami," seru mahasiswa berusia 21 tahun, Mouataz, di Lapangan Tahrir.
"Kami menginginkan perdana menteri yang memiliki integritas. Tapi mereka ingin menunjuk pria korup yang hanya akan kembali merampok kami," tambah dia.
Menurut sejumlah laporan, sekitar 460 orang tewas dan 25 ribu lainnya terluka dalam unjuk rasa Irak yang meletus pada 1 Oktober.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News