Sejumlah anggota Amnesti Internasional di Washington, AS, memprotes pelarangan kebebasan berekspresi selama masa junta militer di Thailand -- CHIP SOMODEVILLA / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / AFP
Sejumlah anggota Amnesti Internasional di Washington, AS, memprotes pelarangan kebebasan berekspresi selama masa junta militer di Thailand -- CHIP SOMODEVILLA / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / AFP

Amnesti Internasional Investigasi Pelanggaran HAM di Thailand

Willy Haryono • 11 September 2014 17:53
medcom.id, Bangkok: Ratusan penahanan warga secara acak, berbagai macam bentuk penyiksaan, pelarangan kebebasan berekspresi dan ketidakadilan lainnya terjadi selama pemerintahan junta militer Thailand. Demikian sekelumit informasi dalam laporan organisasi Amnesti Internasional yang dirilis hari ini, Kamis (11/9/2014).
 
Laporan tersebut, yang berjudul Penyesuaian Sikap - 100 hari di bawah Junta Militer, adalah investigasi komprehensif pertama atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Thailand sejak hukum militer diberlakukan 20 Mei 2014.
 
"Tiga bulan setelah kudeta, sebuah foto muncul dari investigasi kasus pelanggaran HAM yang dilakukan junta militer Thailand," ucap Richard Bennet, Kepala Amnesti Internasional Asia Pasifik, dalam rilis yang diterima Metrotvnews.com.

"Otoritas Thailand harus menghentikan pola represi semacam ini, mengakhiri pelanggaran HAM dan mengizinkan adanya pertemuan serta debat terbuka di kalangan warga. Semua itu merupakan poin penting untuk masa depan Thailand," tambah dia.
 
Dalam periode junta militer Thailand atau resmi disebut Dewan Nasional Perdamaian dan Keteraturan Thailand (NCPO), sejumlah orang dan tokoh masyarakat ditangkap. Walau hanya dua hingga tujuh hari, penangkapan dilakukan tanpa adanya proses hukum jelas.
 
Beberapa tokoh lainnya juga dilaporkan disiksa selama masa kudeta. Kritsuda Khunasen, aktivis perempuan yang ditahan 27 Mei lalu, mengaku dipukuli tentara, dan bahkan muka dia sempat dibekap dengan sebuah kantong plastik.
 
"Jika saya terlalu lambat dalam menjawab pertanyaan atau tidak berbicara, saya langsung dipukul di wajah, perut dan bagian tubuh lainnya," ujar Khunasen.
 
"Bagian terburuk adalah ketika muka saya dibekap kantong plastik. Saya pingsan, kemudian dibangunkan kembali dengan siraman air. Ketika itu saya merasa sudah hampir mati."
 
NCPO juga melarang keras segala bentuk pertemuan atau debat publik. Ratusan situs internet ditutup atau diblokade, media disensor dan muncul ancaman hukuman keras bagi siapa saja yang berani melanggar.
 
Larangan kebebasan berekspresi dan debat publik mempunyai implikasi serius terhadap organisasi HAM, termasuk Amnesti Internasional cabang Thailand. Semua organisasi HAM di Negeri Gajah Putih ini dilarang menggelar acara damai, sementara sejumlah jurnalis dan aktivis terus ditangkap dan diadili tanpa proses hukum yang transparan.
 
"Komunitas internasional harus bertindak dan mendesak junta militer Thailand untuk mengubah arah pemerintahan dan memastikan adanya penghormatan terhadap HAM," tutup Bennet.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan