Yuli dideportasi pada 2 Desember lalu setelah ditangkap pada 23 September. Dia menceritakan kejadian memalukan yang didapatnya dari 29 hari di pusat detensi.
"Mereka meminta saya membuka baju untuk tes kesehatan. Namun saya terkejut ketika melihat bahwa dokter yang memeriksa saya pria," katanya dalam sambungan telepon dilansir dari South China Morning Post, Senin 9 Desember 2019.
"Dalam kepercayaan Islam, tubuh seorang perempuan tidak boleh dilihat pria di luar dari keluarganya. Tapi mereka memaksa saya membuka baju. Saya seorang Muslimah. Sangat memalukan melakukan itu di depan seorang pria," imbuhnya.
Sebanyak 100 orang bergabung dalam demo di Central untuk memberikan dukungan kepada Yuli. Kerumunan orang itu meneriakkan 'Kami mendukung Yuli'.
"Kami seperti keluarga sekarang. Saya harap kamu dapat mendukung teman saya juga. Banyak etnis minoritas yang juga diperlakukan semena-mena di CIC," kata Yuli dalam bahasa Kanton.
Yuli ditangkap kepolisian Hong Kong pada 23 September lalu. Menurut KJRI Hong Kong, berdasarkan keterangan kepolisian, dia ditangkap terkait izin tinggal yang kedaluwarsa.
Namun, banyak informasi beredar, kepolisian Hong Kong menangkapnya terkait tulisannya yang dimuat sebagai berita terkait demo di sana. Kini perempuan asal Surabaya itu telah dideportasi pada 2 Desember lalu.
Sebuah pernyataan dari kelompok pendukung Riswati menuduh Departemen Imigrasi Hong Kong 'menekan kebebasan berbicara dan haknya untuk membantu pekerja Indonesia di Hong Kong'.
"Ini penindasan politik," kata mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id