Gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta. (Foto: Dok.Kedubes AS di Jakarta).
Gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta. (Foto: Dok.Kedubes AS di Jakarta).

Menyusuri Gedung Kedubes AS yang Seperti Museum

Fajar Nugraha • 17 Maret 2019 08:18
Jakarta: Hubungan diplomatik Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sudah terjalin selama 70 tahun. Gedung Kedutaan Besar AS di Jakarta menjadi saksi langgengnya keberadaan hubungan tersebut.
 
Beberapa awak media nasional diberikan kesempatan untuk menelusuri kompleks gedung baru itu pada Kamis 14 Maret 2019.
 
Setelah direnovasi sekitar 2012 lalu, gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta akhirnya rampung dan mulai beroperasi pada 2019 ini. Banyak kelebihan dari gedung terbaru yang dirancang oleh Davis Brody Bond Architects ini.

Terletak di jantung Ibu Kota Jakarta, di Jalan Merdeka Selatan, tampak sebuah gedung mayoritas berwarna putih dengan desain lapisan luar yang menyerupai tenun. Desain tenun itu, menurut pihak Kedubes AS, dibuat untuk menghormati kebudayaan Indonesia dan menunjang konsep Dwi-Misi (bi-mission) Amerika Serikat di Indonesia.
 
“Kompleks bangunan baru Dwi-Misi Amerika Serikat di Indonesia merupakan persembahan yang membanggakan akan komitmen Amerika Serikat terhadap Indonesia, Asia Tenggara dan Indo-Pasifik,” ujar Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph R. Donovan Jr, dalam buku panduan Kedubes AS.
 
“Ketika Anda melihat-lihat kompleks bangunan baru ini, silahkan meluangkan waktu untuk menyelami ruang terbuka yang mendukung kolaborasi, elemen-elemen yang mempromosikan pelestarian lingkungan yang bertanggungjawab dan juga kreativitas koleksi-koleksi seni yang luar biasa. Kompleks bangunan ini juga memperkuat ikatan antar bangsa dan pemerintah kita, mendorong kita untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi, keamananm serta kemakmuran berkelanjutan untuk rakyat, wilayah dan untuk dunia kita,” sebut Dubes Donovan.
 
Menyusuri Gedung Kedubes AS yang Seperti Museum
Gedung Kedutaan Besar AS di Jakarta. (Foto: Dok. Kedubes AS).
 
Desain yang menarik ini memang tampak jelas dari bangunan kaca seluas 99.000 meter per segi itu. Dilengkapi 10 lantai, rancangan fasad utama gedung mencerminkan iklim dan lingkungan tropis Jakarta. Biaya pembangunan yang menghabiskan USD529 juta atau setara Rp3,7 triliun ini, juga mencakup sistem lapisan metal berlubang dan juga dirancang agar air hujan, air limbah dan air sulingan pendingin dapat dimanfaatkan untuk kepentingan gedung,
 
Tidak hanya itu, rancangan unik dari gedung ini diproyeksikan mengurangi biaya pemakaian energi hingga 30 persen. Proyek gedung ini bahkan terdaftar di U.S Green Building Council atau Dewan Gedung Ramah Lingkungan AS dan ditargetkan untuk memperoleh sertifikasi perak leadership ini Energy and Environmental Design (LEED).
 
Pembangunan gedung ini baru selesai tahap satu, untuk tahap dua nantinya akan meliputi restorasi bangunan bersejarah yang digunakan Pemerintah Indonesia selama perundingan dengan Belanda pada 1949. Bagian depan rekonstruksi gedung yang akan terlihatdari bagian pintu masuk Konsuler, akan menggunakan bahan-bahan asli dari gedung sebenarnya.
 
Dalam tahap dua kanopi untuk pejalan kaki akan dilengkapi dengan panel surya berteknologi tinggi untuk memangkas tenaga listrik. Sebelumnya di pembangunan tahap 1, kaca gedung dibuat sangat besar agar cahaya matahari lebih banyak masuk dan penggunaan lampu dapat diminimalisir.
 
Instalasi seni
 
Salah satu hal utama dari gedung Kedubes AS baru ini adalah banyaknya karya seni, baik itu dari seniman Indonesia ataupun seniman dari Negeri Paman Sam.
 
Di bawah pengawasan Office of Art in Embassies, karya-karya seni di gedung baru Kedubes menampilkan banyak variasi. Tak hanya batik, ada pula lukisan, foto, keramik, pahatan, bahan tekstil lain seperti tenun, hingga serat hasil seniman Indonesia dan Amerika. Karya besar berasal dari perajin batik ternama Indonesia, Iwan Tirta.
 
Salah satu karya utama dari Iwan Tirta yang dimiliki Kedubes AS adalah ‘Great Seal Parang Rusak’ yang dibuat pada 2010. Yang dipamerkan di gedung ini memang replika, karena yang asli sudah terlalu rapuh untuk dipajang.
 
Menyusuri Gedung Kedubes AS yang Seperti Museum
‘Great Seal Parang Rusak’ karya Iwan Tirta (Foto: Fajar Nugraha/Medcom.id).
 
Tetapi karya pebatik asal Blora itu menjadi bukti akulturasi dari kebudayaan Indonesia dan Amerika Serikat. Iwan Tirta yang lahir pada 1935 merupakan lulusan Yale Law School, yang menjadi pencapaian luar biasa bagi warga Indonesia pada masanya.
 
“Ketika saya melintasi jalan di dalam gedung ini, memperlihatkan hubungan Amerika Serikat-Indonesia. Batik sangat memiliki kaitan dengan Indonesia, ini sangat indah. Semua ini seperti mengingatkan ada tujuan dalam pembangunan gedung,” tutur Wakil Atase Pers Kedubes AS, Alexia Branch.
 
“Utamanya, kenapa kami di sini dan mengapa penting bagi kami membangunan hubungan dengan Pemerintah Indonesia untuk bekerja sama mengatasi permasalahan global dan regional,” imbuhnya.
 
Salah satu karya seni lain yang menarik perhatian adalah ‘Confluance (Our Changing Seas V) karya Courtney Mattison. Karyanya memperlihatkan instalasi tanah liat dan porselen berlapis berbentuk gugusan terumbu karang.
 
Menyusuri Gedung Kedubes AS yang Seperti Museum
Foto: Fajar Nugraha/Medcom.id
 
Karya keramik dalam skala besar ini terinspirasi ‘keindahan’ kerapuhan ekosistem laut. Melihat karya Mattison mengingatkan pembuat kebijakan dan masyarakat untuk lebih melestarikan laut.
 
Instalasi lain adalah karya Janet Echelman. Dia menciptakan karya seni ekspresensial pada struktur bangunan yang bertransformasi oleh angin dan cahaya. Bahan yang digunakan pun tidak lazim.
 
Menyusuri Gedung Kedubes AS yang Seperti Museum
Foto: Fajar Nugraha/Medcom.id
 
Pada karya instalasi di gedung Kedubes AS ini, seniman kelahiran Tampa, Florida ini menggunakan jaring ikan dan partikel air yang diatomisasi. Dia menggabungkan kerajinan kuno dengan teknologi canggih untuk menciptakan karya seni yang menjadi titik fokus bagi masyarakat urban yang hidup di lima benua.
 
Banyak karya-karya menarik dari gedung Kedubes AS yang baru ini. Selain fasilitas untuk karyawan, gedung ini menyiratkan bahwa kedutaan besar tidak selalu harus tampak ‘anker’ tetapi juga fungsional serta bisa juga mengubah diri sebagai museum yang menunjang kerja diplomasi, dalam hal ini mempererat hubungan diplomasi Indonesia dan Amerika Serikat.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan