Sebuah rumah yang hancur terbakar di desa yang dipenuhi warga etnis Rohingya (Foto: AFP).
Sebuah rumah yang hancur terbakar di desa yang dipenuhi warga etnis Rohingya (Foto: AFP).

Kunjungi Myanmar, Mantan Sekjen PBB Tengahi Krisis Rohingya

Arpan Rahman • 02 Desember 2016 15:54
medcom.id, Sittwe: Sebuah tim dipimpin mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa Kofi Annan tiba di negara bagian Rakhine barat laut Myanmar, pada Jumat 2 Desember. 
 
Tim itu bertugas mengatasi penderitaan Muslim Rohingya, di tengah tindakan keras militer yang telah menewaskan sedikitnya 86 orang dan membuat 10.000 melarikan diri ke Bangladesh.
 
Annan akan berada sehari di ibu kota negara bagian Sittwe. Kemudian melanjutkan perjalanan ke utara, yang telah berada di bawah kepungan sejak militer menyapu wilayah itu setelah serangan militan di pos perbatasan pada 9 Oktober.
 
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi telah menunjuk komisi dengan sembilan anggota sebelum pertempuran terbaru meletus. Komisi ini dibentuk untuk menangani pergolakan antara etnis Rakhine Budha dan Muslim Rohingya yang telah hidup terpisah sejak bentrokan pada 2012 di mana 100 orang lebih tewas.
 
Kekerasan terbaru merupakan tantangan terbesar sejauh ini kepada pemerintahan delapan bulan Suu Kyi yang telah diperbarui kecaman internasional bahwa pemenang Hadiah Nobel Perdamaian cuma berbuat terlalu sedikit untuk membantu minoritas Rohingya, yang ditolak kewarganegaraannya dan akses terhadap layanan dasar.
 
Enam pejabat Myanmar dan tiga komisaris asing, termasuk Annan, disambut di bandara oleh menteri utama Rakhine Nyi Pu dan kurang dari 100 pengunjuk rasa. Komisi ini pertama kali datang ke sana pada September.
 
Para pengunjuk rasa membawa spanduk yang bertuliskan "Larang komisi Kofi Annan " dan meneriakkan "kami tidak mau komisi Kofi Annan." Para polisi yang berjaga-jaga, beberapa mengenakan rompi antipeluru dan membawa senapan, tampaknya melebihi jumlah pengunjuk rasa.
 
"Masalah Rakhine adalah urusan internal. Kami tidak bisa menerima gangguan dari luar," kata Maung Khin, seorang petani yang protes, seperti dikutip Reuters, Jumat (2/12/2016).
 
"Kita tidak perlu orang asing untuk urusan internal kami. Hal ini menunjukkan bagaimana pemerintah tidak menangani kasus ini," lanjutnya.
 
Militer Myanmar dan pemerintah telah menolak tuduhan warga dan kelompok-kelompok hak asasi bahwa tentara memperkosa wanita Rohingya, membakar rumah-rumah, dan membunuh warga sipil selama operasi militer.
 
Para pejabat PBB mengatakan, pekan ini, lebih dari 10.000 orang telah melarikan diri ke Bangladesh dalam beberapa pekan terakhir.
 
Suu Kyi bertindak setelah berminggu-minggu tekanan internasional, Kamis 1 Desember, dengan menunjuk sebuah komisi untuk menyelidiki asal serangan dan tuduhan pelanggaran HAM oleh militer.
 
Namun, dia angkat tangan dengan memilih wakil presiden Myint Swe jadi kepala tim, yang pernah menjabat kepala intelijen militer ditakuti di bawah mantan pemimpin junta Than Shwe.
 
Myint Swe, kepercayaan dekat mantan junta berkuasa, mengepalai operasi khusus di Yangon ketika Than Shwe memerintahkan tindakan keras terhadap protes anti-junta yang dipimpin para biksu Budha pada tahun 2007, yang dikenal sebagai Revolusi Saffron.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan