New Delhi: Korban tewas akibat kekerasan di distrik timur laut Delhi naik menjadi 33 orang. Kendati begitu, para pejabat di sana mengatakan kerusuhan mulai mereda.
Disitat dari UPI, Jumat 28 Februari 2020, bentrokan bernuansa agama dimulai Minggu atas undang-undang kewarganegaraan India yang kontroversial, yang menawarkan amnesti kepada para pengungsi dari berbagai negara tetangga asalkan mereka bukan Muslim.
Perdana Menteri India Narendra Modi dan Partai Nasionalis Hindu, Bharatiya Janata, secara konsisten mendukung undang-undang tersebut. Tetapi para penentang mengatakan itu melanggar prinsip sekuler Konstitusi India.
Kalangan penentang bersatu membangkang langkah itu dan menuntut dicabutnya aturan tersebut. Namun, pejabat pemerintah mengatakan mereka tidak akan menariknya atau mengamandemennya. Beberapa aktivis bentrok dengan pedang, batu, dan senjata lainnya. Rumah-rumah, kendaraan, dan properti lainnya terbakar di seluruh ibu kota.
“11 kematian lagi dilaporkan Kamis. Sekitar 200 orang terluka dalam kekerasan itu,” ujar pejabat Kementerian Kesehatan India, seperti dikutip Press Trust of India.
Tidak jelas berapa banyak orang sudah ditangkap di tengah pembakaran, penjarahan, dan pertumpahan darah.
Beberapa saksi mengatakan kepada The New York Times bahwa pasukan polisi yang setia kepada Partai Bharatiya Janata telah menolak untuk campur tangan ketika massa Hindu membunuh warga sipil Muslim.
Komisaris Khusus S.N Shrivastava mengatakan, meskipun demikian, kekerasan telah mereda di beberapa daerah.
"Situasinya kembali normal. Kami di sini untuk meyakinkan orang bahwa kami bersama mereka," pungkas Shrivastava.
Disitat dari UPI, Jumat 28 Februari 2020, bentrokan bernuansa agama dimulai Minggu atas undang-undang kewarganegaraan India yang kontroversial, yang menawarkan amnesti kepada para pengungsi dari berbagai negara tetangga asalkan mereka bukan Muslim.
Perdana Menteri India Narendra Modi dan Partai Nasionalis Hindu, Bharatiya Janata, secara konsisten mendukung undang-undang tersebut. Tetapi para penentang mengatakan itu melanggar prinsip sekuler Konstitusi India.
Kalangan penentang bersatu membangkang langkah itu dan menuntut dicabutnya aturan tersebut. Namun, pejabat pemerintah mengatakan mereka tidak akan menariknya atau mengamandemennya. Beberapa aktivis bentrok dengan pedang, batu, dan senjata lainnya. Rumah-rumah, kendaraan, dan properti lainnya terbakar di seluruh ibu kota.
“11 kematian lagi dilaporkan Kamis. Sekitar 200 orang terluka dalam kekerasan itu,” ujar pejabat Kementerian Kesehatan India, seperti dikutip Press Trust of India.
Tidak jelas berapa banyak orang sudah ditangkap di tengah pembakaran, penjarahan, dan pertumpahan darah.
Beberapa saksi mengatakan kepada The New York Times bahwa pasukan polisi yang setia kepada Partai Bharatiya Janata telah menolak untuk campur tangan ketika massa Hindu membunuh warga sipil Muslim.
Komisaris Khusus S.N Shrivastava mengatakan, meskipun demikian, kekerasan telah mereda di beberapa daerah.
"Situasinya kembali normal. Kami di sini untuk meyakinkan orang bahwa kami bersama mereka," pungkas Shrivastava.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News