Berdasarkan data terbaru Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok, kematian akibat virus korona nCoV di Negeri Tirai Bambu kini mencapai 902 orang. Sementara kematian di luar Tiongkok tercatat ada dua, yakni masing-masing satu kasus di Filipina dan Hong Kong.
Untuk total infeksi, dikutip dari AFP, jumlahnya mencapai 39.800 di seantero Tiongkok. Data terbaru dirilis usai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa situasi di provinsi Hubei -- pusat penyebaran virus korona -- mulai stabil, meski angka korban masih mungkin "melonjak."
Tingginya angka kematian dan infeksi membuat Pemerintah Tiongkok menutup rapat sejumlah kota, terutama Wuhan yang diyakini sebagai tempat asal munculnya virus tersebut pada akhir 2019. Di Shanghai, otoritas setempat mewajibkan semua warganya untuk mengenakan masker di ruang publik.
Michael Ryan, Kepala Program Darurat Kesehatan WHO, mengatakan bahwa "periode stabil" dari wabah korona ini "mungkin merefleksikan dampak dari sejumlah langkah pengendalian" yang dilakukan Tiongkok dan sejumlah negara lainnya.
Meski korban tewas akibat korona terus bertambah, kemunculan kasus terbaru menurun sejak Rabu 5 Februari.
Tiongkok sempat memicu kecaman global karena menutup-nutupi kenyataan yang sebenarnya saat SARS mewabah. Mencoba memperbaiki diri, Tiongkok kini dipuji WHO atas sejumlah kebijakan dan langkah terkait penanganan virus korona nCoV.
Namun kemarahan kembali muncul usai seorang dokter asal Wuhan meninggal akibat korona. Ia adalah dokter yang ditangkap polisi saat berusaha memperingatkan pemerintah atas ancaman munculnya korona pada Desember 2019.
Pria 34 tahun itu meninggal pada Jumat 7 Februari akibat tertular korona dari seorang pasiennya. Kelompok akademisi Tiongkok marah atas kematian sang dokter. Mereka telah menulis sedikitnya dua surat yang diunggah ke media sosial.
"Akhiri larangan terhadap kebebasan berbicara," ungkap para akademisi di salah satu surat mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News