Australia sebelumnya menegaskan untuk tidak lagi menerima pencari suaka yang datang dari Indonesia dan yang mendaftar di kantor UNHCR Jakarta, setelah 1 Juli 2014.
Masalahnya muncul ketika sebagian besar pencari suaka yang menjadikan Indonesia sebagai negara transit pertama. Bila mereka tiba di Indonesia sebagai negara pertama yang disinggahi, otomatis Australia melepaskan tanggungjawab kepada Indonesia yang harus mengurus pra pencari suaka.
"Intinya adalah kita sangat menyesalkan kebijakan unilateral dari Australia. Kebijakan ini merupakan suatu pengingkaran dari kewajiban Australia negara pihak dari Convention on Refugee dan juga merupakan pengingkaran dari kewajiban internasionalnya," tutur Menlu Retno Marsudi di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (20/11/2014).
"Indonesia sebagai non-party of Convention on Refugee, sudah melakukan banyak sekali (upaya penyelesaian masalah pencari suaka)," lanjutnya.
Menurut Menlu Retno apa yang dilakukan Australia tidak membantu penyelesaian masalah. Indonesia sudah sepakat untuk memperkuat kerja sama tiga pihak, antara lain negara asal, negara transit dan negara tujuan pencari suaka.
Ulah Australia yang mengeluarkan kebijakan unilateral ini, ditentang keras oleh lembaga PBB yang mengurusi pengungsi , UNHCR. Menurut Menlu Retno, UNHCR juga sangat keras menyampaikan ketidaksukaan terhadap kebijakan yang diambil oleh Australia.
Menlu menegaskan bahwa dirinya akan melakukan komunikasi dengan Pemerintah Australia. Mantan Dubes Indonesia untuk Belanda itu sudah berbicara dengan Menlu Australia Julie Bishop dan mengingatkan agar Australia untuk belajar dari pengalaman hubungan lalu.
Tidak diketahui apakah Pemerintahan Presiden Joko Widodo mengambil sikap keras, seperti menarik Duta Besar Indonesia untuk Australia sebagai bentuk protes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News