Direktur HAM Kementerian Luar Negeri RI Dicky Komar(kedua dari kiri)  di Hotel Aryaduta pada Kamis 9 Maret 2017  (Foto: MTVN/Sonya Michaella)
Direktur HAM Kementerian Luar Negeri RI Dicky Komar(kedua dari kiri) di Hotel Aryaduta pada Kamis 9 Maret 2017 (Foto: MTVN/Sonya Michaella)

Pemerintah Anggarkan Dana untuk Tahap Awal Pemindahan Pengungsi

Sonya Michaella • 09 Maret 2017 19:34
medcom.id, Jakarta: Peraturan Presiden nomor 125/2016 mengenai Pengungsi semakin menjadi acuan Indonesia untuk mengelola para pengungsi dan pencari suaka yang transit terlebih dahulu di Tanah Air sebelum ditempatkan di negara ketiga.
 
Secara aspek keseluruhan memang tidak ada yang baru. Namun, ada sebuah mekanisme baru yaitu pendanaan yang bersumber dari APBN atau sumber-sumber lainnya.
 
"Ini sangat strategis. Mengingat pengungsi dan pencari suaka semakin banyak yang berdatangan, dan biasanya pemerintah daerah yang pertama kali kewalahan menanganinya terkait dengan dana," kata Direktur HAM Kementerian Luar Negeri RI, Dicky Komar, ketika ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.

"Tahap awal pasti akan mengeluarkan uang seperti untuk menyelamatkan pengungsi dan pencari suaka dari pantai dan membawa mereka ke penampungan. Di sini dana tidak pernah dianggarkan, jadi pemerintah daerah juga bingung," lanjutnya.
 
Dari situ, ungkapnya, ada permintaan dimungkinkannya ada penambahan anggaran untuk tahap awal penyelamatan pengungsi dan pencari suaka yang kini mengacu pada Perpres.
 
Menurut penuturan Dicky, di tahun 2017 akan terjadi lonjakan kedatangan pengungsi dan pencari suaka. Saat ini saja, sudah ada 14.425 pengungsi dan pencari suaka yang menunggu di Indonesia sebagai negara transit untuk ditempatkan ke negara ketiga.
 
Kebanyakan dari para pengungsi dan pencari suaka ini berasal dari negara konflik, seperti Afghanistan, Somalia, Irak dan Myanmar.
 
Perpres ini diharapkan bisa menjadi sebuah antisipasi kelonjakan pengungsi dan pencari suaka yang transit di Indonesia. "Bisa saja nanti kita bangun shelter. Nah, itu kan butuh biaya," tuturnya lagi.
 
Dicky menilai, kondisi global saat ini tak memungkinkan jika hanya memusatkan perhatian kepada pengungsi dan pencari suaka saja. Seperti halnya pada 2016 yang merupakan titik puncak krisis migrasi yang termasuk paling buruk setelah Perang Dunia II.
 
"Afrika, Asia dan Eropa adalah rumah sementara bagi para pengungsi dan pencari suaka," pungkasnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WAH)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan