"Kita tidak pernah bahas itu dan negara tidak membayar tebusan. Pemerintah melibatkan organisasi internasional seperti PBB dalam upaya pembebasan ini," kata Iqbal di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (31/10/2016).
Untuk tebusan, imbuhnya, tak pernah ada bahasan langsung. Namun, Iqbal mengaku bahwa sekitar 2012 pernah ada permintaan tebusan dari penyandera sebesar USD4,5 juta.
Sementara, Iqbal mengatakan bahwa pihak perusahaan sudah tak bisa dihubungi sejak 2015.
Baca: PBB Dukung Pembebasan Empat ABK WNI di Somalia
"Akhir 2015, kami berkoordinasi dengan KBRI Beijing, Taipei untuk mencari perusahaan yang kira-kira related dengan pemilik kapal, namun yang ditemukan adalah perusahaan tersebut sudah bangkrut," lanjutnya.
Selanjutnya, pihak negara lah yang mengambil alih upaya pembebasan. Sebab, pihak yang bertanggung jawab sudah tak ada yang bisa dimintai pertanggung jawaban lagi.
.jpg)
Empat ABK WNI diserahkan ke keluarga masing-masing di Jakarta. (Foto: MTVN)
Di samping itu, akibat diberi makanan dan minuman yang tak layak selama disandera, pemerintah sendiri ingin memastikan bahwa mereka dalam kesehatan yang baik.
"Di Nairobi kan sudah diperiksa, tapi kita ingin memastikan bahwa semua baik-baik saja makanya di Jakarta diperiksa lagi. Hasil belum kami terima sampai sekarang," tutur Iqbal.
Untuk pertanggungjawaban Nasirin, WNI yang meninggal pada 2014 saat penyanderaan, Iqbal mengatakan bahwa hak-haknya akan dibantu oleh organisasi internasional.
"Tidak hanya Nasirin, tapi semuanya. Kita rundingkan dengan organisasi internasional yang akan membantu, karena perusahaan yang harusnya bertanggung jawab kan sudah bangkrut," jelasnya.
Iqbal pun menegaskan bahwa kelompok penyandera bukanlah berasal dari Al Shaabab, namun dari kelompok-kelompok kecil yang ada di Somalia.
"Bukan Al Shaabab. Kami tahu siapa yang menyandera, tapi kelompok mereka tidak mempunyai nama seperti yang lain," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News