"Polisi menggunakan kekuatan yang berlebihan dalam melakukan penangkapan. Mereka memukuli pedemo karena menolak menjawab pertanyaan," sebut laporan dari Amnesty International, dikutip dari Strait Times, Jumat 20 September 2019.
Amnesty melaporkan juga bahwa polisi Hong Kong kerap menjepit kepala pedemo ke lantai, menyorot mata pedemo dengan pena laser dan mengancam akan menggunakan alat setrum setelah seorang pedemo enggan membuka telepon genggamnya.
"Laporan kami berdasarkan penyelidikan yang mencakup wawancara dengan 21 pedemo yang sempat ditangkap dan petugas kesehatan yang merawat para pedemo," lanjut pernyataan organisasi HAM tersebut.
Disebutkan, 18 dari 21 pedemo dirawat di rumah sakit karena cedera akibat penangkapan paksa.
Sementara itu, kepolisian Hong Kong belum berkomentar terkait laporan dari Amnesty International ini. Namun, kepolisian hanya mengatakan bahwa polisi dilarang menggunakan kekerasan dalam penangkapan.
Demonstrasi selama tiga bulan di kota ini menjadikan demonstrasi terlama dalam sejarah. Pedemo sempat merusak sejumlah stasiun MTR dan memblokir jalan-jalan utama serta bandara.
Akibatnya, ratusan calon penumpang yang berada di Bandara Internasional Hong Kong tidak bisa masuk maupun keluar. Banyak penerbangan yang ditunda bahkan dibatalkan akibat serangan dari para pedemo.
Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, yang sudah dikembalikan ke Tiongkok pada 1997 di bawah sistem "Satu Negara, Dua Sistem." Sistem tersebut menjamin otonomi Hong Kong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News