Kepulangan sejumlah TKI bermasalah ke Indonesia. (Foto: Antara Foto/ Lucky R)
Kepulangan sejumlah TKI bermasalah ke Indonesia. (Foto: Antara Foto/ Lucky R)

Bersatu dalam Memberikan Perlindungan WNI di Luar Negeri

Fajar Nugraha • 15 Agustus 2017 07:00
medcom.id, Jakarta: Pemerintahan Presiden Joko Widodo menghendaki setiap instansi dan lembaga pemerintah untuk menekan ego sektoral. Hal ini ditujukkan agar kerja sama antar instansi dan lembaga bisa bermanfaat untuk rakyat.
 
Hal tersebut juga tampak dalam kerja sama melindungi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, terutama pada buruh migran. Kerja sama pun dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI), Badan Nasional Penempatan & Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemenaker).
 
Kerja sama dilakukan agar menegaskan bahwa negara hadir memberikan perlindungan kepada setiap WNI yang berada di luar negeri.

Bentuk kerja sama ini dipaparkan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kemenlu RI, Lalu Muhamad Iqbal, kepada Metrotvnews.com, 20 Juli 2017.
 
Dalam penjelasannya, Iqbal menyebutkan bahwa Kemenaker adalah regulator dalam pengaturan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Jadi Kemenaker adalah pemain kunci dalam membuat regulasi mengenai hal-hal terkait TKI.
 
"Kalau yang ditanyakan mengenai kasus TKI. Kami biasanya mengirim tembusan ke kemenaker, tetapi misalnya asuransi menyelesaikan hak-haknya dari perusahaan yang mengirim itu yang mekanismenya adalah BNP2TKI. Karena jika orang menjadi TKI secara resmi, maka dia akan masuk ke dalam sistem Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN)," ujar pria yang akrab disapa Iqbal ini.
 
Secara keseluruhan, database TKI sudah dikumpulkan secara komputerisasi. Sistem data ini menjadi dasar untuk menyelesaikan masalah, termasuk mengenai kontrak para TKI, informasi pengirim, hak dan kewajibannya, serta asuransi.
 
Perlindungan WNI dalam Pemerintahan Jokowi
 
Bersatu dalam Memberikan Perlindungan WNI di Luar Negeri
Presiden Joko Widodo. (Foto: MI/Panca Syurkani)
 
Perlindungan WNI di luar negeri menjadi salah satu fokus kebijakan Presiden Joko Widodo. Hal tersebut pun dijelaskan Iqbal.
 
"Satu hal yang jelas dalam kepemimpinan Presiden Jokowi adalah, ini untuk kali pertamanya seorang presiden menjadikan perlindungan WNI sebagai sebuah prioritas sebagai kebijakan. Bahkan tertuang dalam nawacita, termasuk perlindungan WNI di luar negeri menjadi prioritas," pungkasnya.
 
"Dan itu diterjemahkan dalam kementerian luar negeri, nah karena itu upaya pembenahan kita lakukan. Jadi selama ini kita menanganai isu perlindungan WNI secara reaktif, ada masalah baru kita selesaikan. Pada masa sebelumnya kita juga kasih perhatian, tapi lebih pada meredam masalah. Ada masalah muncul kita redam, jadi lebih reaktif," paparnya.
 
"Sekarang pada masa Presiden Jokowi banyak upaya-upaya proaktif kita lakukan. Jadi sebelum jadi masalah kita coba selesaikan," imbuh Iqbal.
 
Antisipasi terhadap permasalahan WNI/TKI menjadi fokus dari pemerintahan saat ini. Sebagai contoh, ada sekitar 50 ribu anak-anak TKI yang tidak memiliki akses pendidikan di Sabah dan Serawak. Pemerintah pun menginisiasi sebuah tempat belajar di ladang dalam bentuk Community Learning Center (CLC).
 
Kemudian ada isu-isu mengenai hukuman mati di Timur Tengah. Guna menekan jumlah WNI/TKI yang bisa terancam hukuman mati di sana, Kemenlu dan BNP2TKI serta Kemenaker mulai melibatkan masyarakat madani yakni LSM-LSM. Mereka sebelumnya berada di luar sistem dan kini dilibatkan dalam mekanisme perlindungan WNI.
 
"Mereka (LSM) kita libatkan dalam upaya penyelesaian. Jadi kita membangun rasa memiliki di kalangan masyarakat madani. Bahwa ketika berkaitan isu perlindungan WNI, ini adalah tanggung jawab bersama. Masing-masing bisa memainkan peran berbeda, tapi untuk tujuan yang sama untuk kebaikan WNI," pungkas Iqbal.
 
"Upaya perlindungan WNI yang dilakukan saat ini juga lebih terpadu. Dulu, ketika melakukan evakuasi WNI dari suriah, praktis hanya Kemenlu yang maju sehingga prosesnya lebih lama. Evakuasi di lapangan juga dilakukan orang Kemenlu," ungkapnya.
 
"Tetapi ketika proses evakuasi di Yaman, angkatan udara kita libatkan, kepolisian kita libatkan. tetapi yang lead (pimpin) tetap Kemenlu. Karena tanggung jawab terjadi masalah WNI di luar negari adalah Kemenlu. Yang mengkoordinasikan adalah menteri luar negeri, tapi semua komponen yang mendukung di luar Kemenlu kita libatkan. Itu membuat prosesnya lebih cepat, efektif, efisien dan berhasil," katanya.
 
Mengenai peran LSM, Iqbal menggambarkan bahwa pemerintah tidak selalu punya jangkauan ke daerah-daerah terpencil. Di situ LSM bisa memegang peranan. Kini yang dibutuhkan adalah sinergi antara pemerintah dengan LSM. Bagi Iqbal, LSM memang sering melakukan kritik, tetapi hal itu bukan masalah. Kritik itu salah satu bentuk kontrol publik terhadap pemerintah.
 
Tetapi yang harus dilakukan adalah mengedukasi LSM supaya kritik yang disampaikan kepada pemerintah bersifat konstruktif. Konstruktif terhadap pekerjaan pemerintah dan juga mengedukasi WNI yang berada di luar negeri.
 
Misalnya, menurut Iqbal, dalam kasus hukuman mati. Ada warga negara Indonesia di luar negeri yang jelas-jelas melakukan tindakan kriminal dan dihukum mati. Kemudian LSM mengkritik, hanya karena kejadian itu di luar negeri lalu orang yang salah ini dianggap benar. Contoh tersebut adalah bentuk kritik yang tidak mengedukasi.
 
Iqbal menambahkan silahkan kritik pemerintah, namun tetap mendukung bahwa yang salah tetaplah salah. LSM tetap perlu mendorong pemerintah supaya memperjuangkan hak-hak hukum dari orang yang salah ini. sehingga hak-hak hukumnya terpenuhi.
 
"Walaupun dia pelaku kriminal tapi dia punya hak dibela, dia juga punya hak mendapatkan penerjemah, dia punya hak untuk diperlakukan layak saat dipenjara, diinvestigasi," tutur Iqbal. 
 
Penerimaan LSM terhadap pendekatan pemerintah bahkan menurut Iqbal, sangat baik. Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi juga membuka jalur khusus dengan LSM. Menlu memiliki grup aplikasi percakapan Whatsapp (WA) dengan para LSM ini, yang disebutnya sebagai pemerhati TKI.
 
"Karena itu perwakilan kita minta untuk transparan. Kalau presiden dan pemerintah segitu terbukanya kepada masyarakat, maka dubes dan konjen juga terbuka," harapnya.
 
"Jadi kalau ada penyalahgunaan wewenang dilakukan oleh staf kita di perwakilan, itu akan sampai ke menlu. Dan gak sungkan-sungkan menlu akan menginvestigasi dan jika terbukti memberikan sanksi," imbuhnya.
 
Iqbal menambahkan, sudah beberapa staf lokal yang bekerja di perwakilan Indonesia diberhentikan, karena terbukti melakukan tindakan kesalahan di perwakilan. Akses ini jelas dibuka oleh Menlu.
 
Bersatu dalam Memberikan Perlindungan WNI di Luar Negeri
Menlu Retno Marsudi. (Foto: Antara)
 
Pengaruh kabinet kerja dalam perlindungan WNI dan TKI
 
Kabinet kerja yang dibentuk oleh Presiden Jokowi tentunya memiliki arah. Intinya, di masa pemerintahan Jokowi, perlindungan WNI dihadirkan secara sistem, bukan sporadis seperti di masa lalu.
 
Sebagai Direktur PWNI dan BHI Kemenlu RI, Iqbal mengakui bahwa perlindungan saat ini belum sempurna. Tetapi sistemnya sudah ada. Kini yang menjadi fokusnya adalam meredam keributan, tetapi dengan tetap memberikan perlindungan yang sebenar-benarnya.
 
"Jadi setelah masa Presiden Jokowi pun -karena kita sudah investasi di sistem - sistem ini akan tetap berjalan. Jadi semua komponen dan elemen masyarakat dilibatkan dalam perlindungan WNI. Jadi tidak hanya menjadi bebannya ke Kemenlu dan perwakilan," sebutnya.
 
Sinergi Kemenlu dan BNP2TKI
 
Sementara bentuk sinergi Kemenlu RI dan BNP2TKI terlihat dalam database WNI. BNP2TKI memiliki sistem SISKOTKLN. Sementara Kemenlu mempunyai sistem sendiri.
 
Namun Iqbal menyebutkan bahwa kedua sistem ini saling terintegrasi. "Kami (Kemenlu) bisa melihat sistem mereka (BNP2TKI) dan mereka bisa melihat sistem kami yang TKI. Semua sudah integrasi," paparnya.
 
"Jadi Kemenlu punya data 2,9 juta WNI. Sekitar 800 ribu hingga sejuta adalah TKI (legal). Semua data yang ada di BNP2TKI otomatis bisa kami buka dan semua data TKI yang masuk melalui sistem Kemenlu akan masuk ke SISKOTKLN. Jadi udah integrated (terintegrasi), itu sejak awal 2015," pungkas Iqbal.
 
Ada satu perhatian dari Iqbal selama memimpin Direktorat Perlindungan WNI dan BHI. Meskipun sudah dua tahun berjalan, pihaknya belum puas dengan apa yang sudah dilakukan. Tahun ini pun, pemerintah pun merencanakan perombakan data besar-besaran agar lebih kredibel.
 
Menurutnya, karena data 2,9 juta itu masih data pasif, jadi WNI baru bisa dilacak bila ada masalah menerpa.
 
"Nanti kita akan membangun single database WNI di luar negeri. Semua komponen akan terlibat," jelasnya.
 
Baca: Nilai Remitansi TKI Tulungagung Lebih dari Rp1 Triliun/Tahun
 
"Nanti akan terintegrasi dengan KTP-el, data perlintasan SIMKIM di Imigrasi dan integrasi dengan data anak buah kapal (ABK) di Kemenhub dan terintegrasi dengan data BNP2TKI. Jadi semua akan terintegrasi untuk WNI di luar negeri. Ini arahnya ke sana, mudah-mudahan akhir tahun selesai dan tahun depan akan dilakukan pendataan ulang wni di luar negeri," kata Iqbal.
 
Sistem baru akan diupayakan untuk menambal kesalahan di masa lalu. Di masa lalu, untuk pengiriman TKI khususnya, Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) diwajibkan harus memberikan informasi resmi kepada perwakilan RI. Informasi tersebut termasuk mengenai siapa yang dikirim, kapan akan berangkat, berapa lama kontraknya serta siapa majikannya dan semua detail.
 
Hal yang dimaksud adalah kewajiban undang-undang. Tetapi dalam pelaksanaannya tidak ada perusahaan yang melakukan kewajiban itu, dan tidak ada dari mereka diberikan sanksi. Sekarang pemerintah memulai database baru untuk memperbaiki itu.
 
Timbul pertanyaan apakah data ini bisa menyentuh ke TKI ilegal? Iqbal menegaskan, "Kalau kita bisa menjaring TKI ilegal, sudah pasti datanya akan masuk".
 
Sumber datanya sendiri nantinya bukan saja satu-dua instansi, tetapi terdiri dari banyak instansi. Meskipun bisa muncul kekhawatiran banyak kepala yang menguru database ini, Iqbal menjelaskan kembali bahwa untuk data WNI di luar negeri tetap akan dikelola oleh Kemenlu, yang lain itu akan terintegrasi saja. 
 
"Untuk TKI kita sudah punya integrasi data sistem SISKOTKLN. Untuk pelancong bisa menggunakan Safe Travel, pelajar bisa menggunakan Safe Travel," tukasnya. 
 
Dengan Safe Travel memungkin WNI tidak perlu lagi datang ke kedutaan untuk melaporkan diri. WNI tidak perlu datang ke perwakilan. Cukup upload foto paspor melalu Safe Travel, datanya akan masuk ke perwakilan dan pusat.
 
Cara memberikan perlindungan
 
Bersatu dalam Memberikan Perlindungan WNI di Luar Negeri
Direktur PWNI dan BHI Kemenlu RI, Lalu Muhamad Iqbal. (Foto: Metrotvnews.com)
 
Kemenlu bersama BNP2TKI melalukan berbagai cara untuk memberikan perlindungan kepada WNI/TKI. Tetapi dalam waktu bersamaan kedua lembaga pemerintah itu melakukan edukasi kepada WNI.
 
Semua tindakan ilegal ada konsekuensinya. Setiap warga negara yang berada di luar negeri, harus menghormati hukum setempat.
 
"Sebesar kita menginginkan orang asing menghormati hukum kita, sebesar itu negara tujuan mengharapkan kita menghormati hukum mereka. Mau tak mau kita harus menghormati hukum setempat," tegas Iqbal.
 
Saat ini yang bisa dilakukan adalah menjamin wni bahwa hak-hak hukumnya bisa didapat. Lebih baik lagi adalah adalah mencegah orang untuk tidak melakukan tindakan ilegal.
 
Rata-rata dalam dua tahun terakhir ada sekitar 18 ribu kasus yang melibatkan WNI. Dari 18 ribu kasus itu, 85 persen adalah TKI. Sementara dari 85 persen kasus itu, 90 persen adalah kasus yang melibatkan TKI ilegal.
 
Kondisi ini yang membedakan dengan keadaan sebelumnya. Pada 2012-2013, kasus TKI tercatat hingga 40 ribu per tahun. Tetapi sebagian besar adalah tki legal. Kini Pemerintah punya alat memperjuangkan hak-haknya TKI ilegal, yang kasusnya saat ini mencapai 90 persen.
 
Bentuk kerja sama Kemenlu, BNP2TKI dan Kemenaker
 
Sekalipun berbeda, ketiga lembaga ini harus melakukan sinergi dalam memberikan perlindungan WNI. Negara harus hadir dalam memberikan perlindungan.
 
Iqbal memaparkan bahwa paling tidak selama BNP2TKI di masa Presiden Jokowi, sinergi berjalan sangat bagus. BNP2TKI bahkan mengirim staf-staf mudanya secara rutin ke Kemenlu untuk dimagangkan. Hal ini membangun jalan sehingga ada persamaan persepsi dalam penanganan kasus. 
 
"Jadi kita membuat sistem satu atap. Kami menempatkan satu staf dan BNP2TKI juga menempatkan satu staf," ucapnya.
 
Sementara dengan Kemenaker memang tidak banyak interaksi yang terjadi. Ini disebabkan posisi Kemenaker sebagai regulator yang membuat kebijakannya.
 
Kemenlu dan BNP2TKI pun lebih banyak memberikan masukan mengenai kebijakan apa yang perlu dikaji, kebijakan apa yang perlu dibuat atau perlu dihapus untuk menghindari terjadinya kasus-kasus TKI di luar negeri.
 
Umumnya masalah TKI berawal juga dari dalam negeri. Hal tersebut bisa memberikan masukan kepada Kemenaker sebagai pembuat kebijakan.
 
Masalah terbesarnya adalah tata kelola pengiriman TKI yang belum bagus, sehingga menimbulkan permasalah di luar negeri. Iqbal menjelaskan jika tata kelolanya bisa diperbaiki, tentunya bisa mencegah munculnya kasus di luar. 
 
"Tentunya tidak zero case (tidak ada kasus), pasti ada satu-dua kasus. Tetapi kita harus menekan angka serendah mungkin," tegasnya.
 
"Dalam konteks itu, melalui pengalaman informasi, analisis data mengenai kasus TKI selalu dijadikan bahan masukan kepada Kemenaker. Karena yang bisa mengubah tata kelola itu kan kemenaker sebagai regulator," tutur Iqbal.
 
Baca: Komisi IX Desak Penyelesaian Pembahasan RUU PPILN
 
Kini, yang paling mendesak sekarang adalah bagaimana semua instansi bersinergi untuk membangun tata kelola yang benar. Kalau penyelesaian masalah, masalah akan muncul terus, pemerintah sudah mempunyai sistem untuk menanganinya.
 
Hingga saat ini belum ada adalah sistem tata kelola yang baik. Pemerintah sudah melakukan revisi UU no. 39 tahun 2004 mengenai perlindungan dan penempatan TKI. Undang-undang tersebut sudah direvisi dan diharapkan akan rampung tahun ini. 
 
Jika rampung direvisi, undang-undang itu akan menjadi jalan masuk untuk melalukan pembenahan besar-besaran terhadap sistem penempatan TKI. Paling tidak akan merubah pola pikir bahwa TKI itu bukan obyek tetapi subyek. Karena dia subyek, setiap lapisan pemangku kebijakan harus mendengarkan pendapoat para TKI.
 
"Itu sebagai dasar pembuatan kebijakan. Jadi memberi ruang kepada TKI mengambil peran juga. Jangan dia jadi obyek, ditempatkan seperti barang, kalau ada masalah dipulangkan. TKI perlu kita dengarkan supaya mereka bisa punya ruang memberikan masukan pandangan mereka mengenai bagaimana seharusnya pengelolaan TKI itu," tegas Iqbal.
 
Satu hal yang perlu diingat adalah, setiap negara memiliki kondisi khusus yang tidak bisa ditiru dari negara lain. Indonesia diharapkan dapat terus mengembangkan sistem perlindungan terhadap WNI.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan