Jasad dari warga Papua Nugini yang tewas dalam perang suku. (Foto: AFP).
Jasad dari warga Papua Nugini yang tewas dalam perang suku. (Foto: AFP).

Balas Dendam Terburuk dalam Sejarah di Papua Nugini

Arpan Rahman • 15 Juli 2019 16:06
Port Moresby: Kematian brutal sekitar 30 wanita dan anak-anak di dataran tinggi Papua Nugini sama dengan "pembunuhan balas dendam terburuk" dalam sejarah.
 
Menteri Kepolisian Bryan Kramer mengunjungi Provinsi Hela, di mana 16 orang dibantai oleh klan seterunya yang oleh Perdana Menteri James Marape digambarkan sebagai ulah ‘panglima perang’.
 
Baca juga: Bentrok Antarsuku di Papua Nugini Tewaskan 24 Orang.

Motif pembantaian itu tidak jelas pekan lalu, dan jumlah total korban tewas dari rangkaian serangan juga bervariasi.
 
Setelah berkunjung satu hari ke daerah itu, Kramer berkata tampaknya klan yang bertikai telah menargetkan perempuan dan anak-anak setelah ibu tua dari seorang pemimpin suku terbunuh dalam serangan sebelumnya.
 
“Pembunuhan mengerikan 23 wanita (dua di antaranya hamil) dan (sembilan) anak-anak sebagai pembunuhan balas dendam terburuk dalam sejarah negara kita,” ujar Kramer, seperti dikutip Guardian, 15 Juli 2019.
 
Kekerasan suku merupakan masalah yang sudah berlangsung lama di daerah itu, serangan terhadap perempuan dan anak-anak pada dasarnya belum pernah terjadi sebelumnya, kata pihak berwenang dan penduduk setempat.
 
Dalam sebuah pernyataan di Facebook, Kramer mengatakan ia diberitahu tentang pecahnya kekerasan terbaru yang berpusat di sekitar suku Oi Kiru dan Libe yang bertikai.
 
Seorang tokoh kunci klan Libe terbunuh pada Juni, memicu serangan balas dendam di mana enam klan Oi Kiru meninggal, termasuk ibu dari pemimpin klan, katanya, menambahkan bahwa itu adalah "pembunuhan pertama atas seorang ibu tua".
 
Kramer katakan senapan berdaya ledak tinggi kemudian digunakan dalam balasan pembunuhan di sebuah desa kecil, Peta, di mana tiga wanita dan tiga anak tewas.
 
Satu insiden terburuk terjadi ketika sekelompok pria muda menggerebek desa Karida pada dini hari Senin lalu, menggunakan parang buat membunuh sembilan wanita dan tujuh anak. Dua dari wanita itu hamil, kata Kramer.
 
Philip Pimua, petugas yang bertanggung jawab atas pusat kesehatan Karida, sebelumnya mengatakan kepada Guardian bahwa para korban dimutilasi. "Beberapa korban hanya memiliki bagian tubuh yang tidak bisa kita kenali mana yang mana, hanya wajah yang bisa kita kenali, tetapi kaki, tangan tiada lagi," cetus Kramer.
 
Mereka yang bertanggung jawab dilaporkan telah meninggalkan provinsi itu, kata Kramer, sementara penduduk Karida mengatakan mereka tidak akan membalas setelah kunjungannya ke daerah itu.
 
"Diskusi tingkat tinggi tentang rencana aksi penyebaran strategis dengan menggunakan teknologi drone dan pengawasan satelit, akan digunakan buat melacak dan menangkap mereka yang dalam pelarian," katanya.
 
"Unit intelijen juga akan dibentuk untuk mengumpulkan informasi dari masyarakat," tegasnya.
 
Pemerintah Marape mengirim pasukan pertahanan sebagai tanggapan atas meningkatnya kekerasan pekan lalu, sementara PBB menyerukan intervensi segera untuk membawa para pelaku ke pengadilan.
 
Menjelaskan pembantaian Karida pekan lalu sebagai "salah satu hari paling menyedihkan dalam hidup saya", Marape bersumpah untuk menggunakan "langkah-langkah hukum terkuat" buat menghukum para pelaku.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan