Untuk memenuhi kebutuhan ini, Pemerintah Malaysia dan asosiasi terkait membangun pertanian ramah lingkungan dengan pendekatan holistik dengan memerhatikan persoalan lingkungan, seperti penurunan emisi karbon karena penggunaan lahan gambut.
"Pengelolaan pertanian lahan gambut harus memperhatikan proses-proses ekologi tanah, serta interaksi antara kultur teknis agronomi dan lingkungan. Pengelolaan agroekosistem ini berbasis pada prinsip-prinsip drainase, pemadatan, dan pengelolaan air untuk mengintrasikan kebutuhan pertanian, alam, lingkungan untuk kesejahteraan manusia," ujar Luli dalam 15th International Peat Congress (IPC) 2016, di Kuching, Sarawak, Selasa (16/8/2016).
Tata cara pengelolaan agroekosistem berbasis lingkungan di Sarawak dibahas dalam makalah karya Luli. Penelitian dilakuan di perkebunan kelapa sawit tanah gambut, hutan rawa gambut sekunder, dan hutan rawa gambut tidak terganggu.
Pemadatan pada tanah gambut dilakukan untuk meningkatkan kepadatan masa tanah (bulk density), dan daya dukung tanah gambut untuk mengurangi tanaman doyong -- posisi tanaman miring -- serta meningkatkan hasil panen. Pemadatan secara mekanis juga membawa keuntungan lain, seperti penurunan emisi karbondioksida (CO2) dan penurunan resiko gambut terhadap kebakaran, karena pori-pori tanah gambut yang lebih kecil dapat meningkatkan gaya kapilaritas tanah sehingga tanah tetap lembab.
Kelembaban tanah yang tinggi karena meningkatnya kepadatan massa tanah ternyata juga menurunkan emisi CO2 di tanah gambut yang dibudidayakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian tanah gambut yang dipadatkan dan yang tidak dipadatkan, yang dibandingkan dengan hutan rawa gambut sekunder dan hutan rawa gambut tidak terganggu.
Keberhasilan dalam penerapan sistem pengelolaan agroekosistem berbasis lingkungan pada tanah gambut budidaya merupakan terobosan yang sangat baik untuk menjembatani kepentingan produksi kelapa sawit lahan gambut dan aspek lingkungan berdasarkan sintesa ilmiah, hasil penelitian, dan serta pemahaman tentang gambut itu sendiri.
Kongres ke-15 IPC merupakan kongres gambut yang digelar untuk kali pertama di Asia. Sejak organisasi International Peatland Society (IPS) didirikan pada 1968, kongres biasa digelar di Eropa dan Amerika Utara.
Kongres ini juga didukung dua serikat sains, yakni the International Union of Forest Research Organisation (UFRO) dan International Union of Soil Sciences (IUSS). Dalam kongres tahun ini, dihadirkan 200 karya dan poster ilmiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News