Baca juga: Teroris Brenton Tarrant Muncul di Pengadilan Selandia Baru.
“Saya tidak pernah melupakan apa yang terjadi. Saat itu kami hendak ke masjid untuk melaukan Salat jumat. Ketika di dalam mendengar khutbah dari Imam, 10-15 menit saya mendengar suara letusan besar,” ujar Muhammad Luthan Fadhli pada 17 Maret, seperti dikutip dari The Washington Post, Senin, 18 Maret 2019.
“Sempat saya kira (suara letusan) itu karena kerusakan listrik, para jemaah pun melihat ke belakang. Ketika suara semakin besar dan orang berlarian panik serta menyebar,” jelasnya.
“Saat saya tahu itu suara tembakan. saya pun mencari pintu keluar terdekat, hingga bisa melarikan diri dari penembak,” tuturnya.
Kemudian WNI berusia 19 tahun itu berlari, bahkan melewati orang lain yang terjatuh. Banyak dari warga yang jatuh dan tertembak, mereka di sampingnya. Dirinya pun mendengar suara desingan peluru yang berterbangan kemana-mana.
Kala itu Muhammad hanya bisa berlari secepat mungkin, telanjang kaki. Malam itu dirinya pun tidak bisa tidur dan tersadar mungkin saja itu dia yang terbunuh, mungkin orang lain
“Saya bisa saja meninggal tidak bertemu dengan keluarga lagi. apapun bisa terjadi. Teman saya yang berasal dari Arab Saudi, Ozair Kadir terbunuh,” jelasnya.
Baca juga: Keluarga Pelaku Penembakan Christchurch Meminta Maaf.
Awalnya Muhammad tidak tahu dan mencoba menghubunginya tetapi tidak ada jawaban. Dia duduk lima saf di depannya saat Salat Jumat.
“Dia orang yang baik, sangat religius selalu hadir dalam Salat Jumat tiap minggunya. Ini tidak adil. dia tidak pantas mendapatkan hal ini, saya kira Selandia Baru adalah negara teraman di dunia. Saya tidak mengira hal in bisa terjadi di negara yang damai,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News